Minggu, 26 September 2010

Jawaban UTS Metodologi Penelitian dan Bisnis

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

METODOLOGI PENELITIAN DAN BISNIS


Hari / Tanggal                  : Senin / 27 September 2010 Paraf

Jenis Ujian                       : Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah                     : Metode Penelitian dan Bisnis

Dosen Pengasuh               : M. Izman Herdiansyah, Ph.D

                                        : DR. H. Dedi Riyanto

Nama                               : Mugiarsih

NIM                                : 10251022 D

Kelas/ Angkatan               : Rekuler. A / XV (lima belas)

Konsentrasi                      : Manajemen Pendidikan



1. Langkah-langkah membuat desain percobaan

Dalam membuat desain percobaan, maka kita harus terlebih dahulu membuat sejenis chek list tentang hal-hal berikut:

1. Berikan penjelasan tentang :

    a. Sampai dimana cakupan area dari masalah.

    b. Identifikasi outline masalah serta limitasi-limitasi yang terkandung didalamnya.

    c. Berikan skop atau jangkauan dari program serta perencanaan percobaan tersebut.

    d. Tentukan hubungan dari masalah yang khas dengan masalah keseluruhan.

2. Kumpulkan keterangan yang tersedia

    a. Pelajari dan selidiki semua keterangan dari sumber-sumber yang ada tentang masalah serta percobaan 
        yang kan dibuat.

    b. Catat dan tabulasikan data yang ada hubungannya dengan percobaan yang akan dilakukan.

3. Buat program mengenai desain percobaan.

    a. Buat rumusan hipotesa yang mau diuji. .

    b. Pilihlah variabel-variabel yang mau diuji.

    c. Pembuatan dario alternatif hasil yang bakal ditemui

    d. Pemilihan range yang praktis dari faktor-faktor tersebut dan level yang akan digunakan.

    e. Penentuan ukuran yang digunakan

    f. Pertimbangan-pertimbangan tentang kemungkinan-kemungkinan adanya interaksi.

    g. Pertimbangan-pertimbangan adanya hubungan yang konkrit tentang interaksi manusia dengan komputer.

4. Rancang program pendahuluan.

    a. buat jadwal yang sistematik tentang pekerjaan yang akan dilakukan.

    b. Berikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadinya perubahan jadwal pekerjaan.

    c. Hilangkan pengaruh-pengaruh variabel yang tidak diinginkan dengan mengadakan kontrol randomisasi 
       dan balancing.

    d. Pilihlah satu metode algoritma untuk memudahkan percobaan

    e. Jejaki flow diagram untuk memperoleh data secara baik.

5. Recanakan pelaksanaan percobaan

    a. Pilih algoritma material serta alat-alat yang digunakan.

    b. Laksanakan metode dengan algoritma yang dipilih

    c. Catat segala modifikasi yang dilakukan

    d. Kumpulkan data secara hati-hati

6. Analisa data

    a. Data yang dicatat perlu diubang menjadi angka

    b. Gunakan teknik matematika dan statistik yang cocok.



2. Sampling Method dan jenisnya :


Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi.

Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.


Syarat sampel yang baik

Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.

Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.

Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis

Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.

Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).

Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.

Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah, katakanlah dari 50 menjadi 75.

Teknik-teknik pengambilan sampel

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).

Jenis-jenis sampling

1. Sampel Acak Sederhana

Jika setiap unsur dalam populasi dianggap sama (homogen) oleh peneliti. Atau perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap unsur populasi tidak dianggap penting oleh peneliti, dan jumlah unsur dalam populasi tidak begitu banyak.

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling

2. Tetapkan jumlah sampel

3. Tentukan alat pengambilan sampel

4. Pilih sampel sampai dengan jumlah sampel terpenuhi

2. Sampel Acak Distratakan

Jika unsur populasi heterogen Mis. heterogen dalam jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, dlsb; dan keanekaragaman tersebut bermakna bagi analisis penelitiannya maka agar tidak terambil hanya dari kelompok/strata tertentu saja, gunakan cara ini.

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling.

2. Bagi kerangka sampling ke dalam strata yang dikehendaki.

3. Tentukan jumlah sampel secara keseluruhan.

4. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum.

5. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.

3. Sampel Sistematis

Jika jumlah unsur dalam populasi sedemikian besar dan dianggap homogen, dan ketika peneliti tidak mempunyai alat pengambilan sampel secara acak yang baik, pakailah cara ini. Peneliti menentukan unsur dalam populasi yang “keberapa” yang akan diambil sebagai sampel

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling

2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil.

3. Tentukan kelas interval (k) dengan cara membagi jumlah unsur dalam populasi dengan jumlah sampel yang dikehendaki. Mis : N = 50000 orang, n = 500 orang maka k = 10.

4. Pilih sampel ke satu dengan cara acak – mengundi unsur populasi yang kesatu s/d kesepuluh. Kalau sampel kesatu jatuh ke unsur populasi ketiga, maka sampel kedua adalah unsur populasi yang ke 13

5. Selanjutnya pilih sampel berikutnya : no 23, 33, 43, 53, dst.


4.Sampel gugus

Jika yang akan diambil sebagai sampel adalah sekelompok orang, bukan individual, maka sampel gugus bisa digunakan. Misalkan ingin meneliti kinerja dosen berdasarkan fakultas.

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling yang unsurnya adalah gugus (kelompok)

2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel

3. Pilih beberapa gugus yang akan dijadikan sampel dengan cara acak

4. Telitilah setiap unsur yang dalam gugus (dalam kasus/contoh di atas, telitilah kinerja dosen di setiap fakultas, lalu cari rata-ratanya )

5. Sampel Wilayah

Ketika peneliti dihadapkan pada situasi di mana unsur populasi tersebar di berbagai wilayah yang relatif saling berjauhan, maka cara pengambilan sampel wilayah dapat diterapkan. Misalkan, peneliti ingin mengetahui pandangan masyarakat Jawa Barat

terhadap program keluarga berencana.Ketika peneliti dihadapkan pada situasi di mana unsur populasi tersebar di berbagai wilayah yang relatif saling berjauhan, maka cara pengambilan sampel wilayah dapat diterapkan. Misalkan, peneliti ingin mengetahui pandangan masyarakat Jawa Barat terhadap program keluarga berencana.

6. Sampel Tidak Acak

Pengambilan sampel dengan cara ini cukup Memadai untuk penelitian yang sifatnya

penjajagan

Langkah-langkah :

1. Tetapkan secara khusus populasi penelitian

2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil

3. Pergilah ke tempat yang banyak terdapat unsur populasi

4. Bagikanlah kuesioner kepada setiap unsur populasi yang dijumpai

7. Sampel berdasarkan pertimbangan tertentu

Peneliti menentukan suatu unsur dalam populasi dijadikan sampel, berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu karena “kaya akan informasi”

“Seorang kepala sekolah dijadikan sampel penelitian ketika peneliti yakin bahwa informasi atau data yang ingin diperolehya akan banyak di miliki oleh kepala sekolah tadi”

8. Sampel Bola Salju

Cara ini bisa dipakai jika peneliti tidak mengetahui banyak siapa-siapa yang menjadi unsur dalam populasi penelitiannya.Dia hanya tahu satu atau dua orang saja. Untuk memperoleh sampel lebih banyak lagi, maka dia bisa minta tolong kepada sampel pertama dan kedua untuk mencarikan sampel berikutnya.



3. Melakukan Pengukuran data :

Pengukuran data dapat dilakukan dengan menggunakan skala :

1. Skala nominal

2. Skala ordinal

3. Skala interval

4. Skala ratio

1. SKALA NOMINAL :

. Hanya merupakan lambang untuk membedakan./ unsur penamaan.

. Tidak berlaku hukum numerik ( tidak bisa di + ; di - ; di x ; di : )

Contoh :

              ABRI (1) atau 3 atau 2

              PNS (2) atau 2 atau 1

              Swasta (3) atau 1 atau 3


2.SKALA ORDINAL :

. Merupakan lambang untuk membedakan dan / unsur penamaan.

. Mengurut peringkat berdasarkan kualitas yang / unsur urutan.ditentukan.

Contoh :

               Sangat cantik (5) atau 1

               Cantik (4) atau 2

               Cukup cantik (3) atau 3

               Tidak cantik (2) atau 4

               Sangat tidak cantik (1) atau 5

3. SKALA INTERVAL :

. Merupakan lambang untuk membedakan.

. Mengurut peringkat berdasarkan kualitas yang ditentukan.

. Bilangan bisa memperlihatkan jarak/interval, tetapi titik nol bukan merupakan titik mutlak, tetapi ditentukan berdasarkan perjanjian.

Contoh : Skala pada termometer (misal Celsius dan Fahrenheit).



4. SKALA RASIO :

. Merupakan lambang untuk membedakan.

. Mengurut peringkat berdasarkan kualitas yang ditentukan.

. Bilangan Bisa memperlihatkan jarak/interval, dan titik nol merupakan titik mutlak. Nilai nol artinya kosong.

Contoh :

              Berat (kg) Pendapatan ($) Pajang Jalan (km)

              Rupiah 15 25 100

              Kilogram 25 35 120

              Liter 50 70 160



4. Seorang peneliti harus melakukan sendiri pengamatannya

Hal ini dikarenakan untuk mengungkapkan kebenaran secara ilmiah, peneliti harus melakukannya dengan cara berfikir Kritis & Rasional.

- Dimulai dengan adanya masalah, dianalisis dengan pengalaman & pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.

Proses Berfikir Ilmiah :

Analitik = Deduktif Kebenaran

Sintetik = Induktif rasional, kritis, logis



5. Peneliti boleh salah, namun tidak boleh bohong. Penjelasan pernyataan tersebut adalah :

Boleh saja seorang peneliti setelah menentukan hipotesis, tetapi hasil penelitiannya bertolak belakang dengan hipotesis yang telah ditetapkan (hasil penelitian tidak mendukung hipotesis yang telah dibuat). Pada kenyataan itu, peneliti tidak boleh mengubah hasil survey (data yang sudah diperoleh selama melakukan penelitian) dimodifikasi agar hasilnya sama/mendukung hipotesis yang telah dibuat. Peneliti harus mericek kembali kemungkinan metode yang salah.



6. Yang diketahui tentang analisis factor adalah :

Analisis factor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil factor/komponen utama yang memiliki sifat :

1. Mampu menerangkan semaksimal mungkin keragaman data

2. Terdapat bebebasan antar factor

3. Tiap factor dapat diinterpretasikan sejelas-jelasnya.

Analisis factordalah alat analisis statistic yang dipergunakan untuk mereduksi factor-factor yang mempengaruhi suatu variable menjadi beberapa set indicator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Analisis factor digunakan untuk penelitian awal dimana factor-factor yang mempengaruhi suatu variable belum diidentifikasi secara baik.

Analisis factor bertujuan untuk mereduksi data dengan cara menyatakan variable asal sebagai kombinasi linear sejumlah factor, sehingga factor tersebut mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variable asal.

Konsep dasar analisis factor adalah :

1. Teknik yang gunakan adalah teknik interdepensi, yaitu seluruh set hubungan yang interdepensi yang diteliti. Prinsipnya menggunakan korelasi r=1 dan r=0. Dipergunakan dalam hal mengidentifikasi variable yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya.

2. Alanisis factor menekankan adanya communality, yaitu jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variable pada variable lainnya.

3. Adanya koefisien nilai factor (factor score coefficient)sehingga factor 1 menyerap sebagian besar seluruh variable, factor 2 menyerap sebagian besar sisavarian setelah diambil untuk factor 1. Factor 2 tidak berkorelasi dengan factor 1.

Selasa, 21 September 2010

APLIKASI MANAJEMEN STRATEGIK DI LINGKUNGAN ORGANISASI PENDIDIKAN

APLIKASI MANAJEMEN STRATEGIK


DI LINGKUNGAN ORGANISASI PENDIDIKAN





TUGAS OLEH

NAMA : MUGIARSIH

NIM : 10251022 D

KONSENTRASI : MANAJEMEN PENDIDIKAN

MATA KULIAH : STRATEGIC MANAGEMENT

DOSEN PENGASUH : PROF. I MADE PUTRAWAN



PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER MANAJEMEN

ANGKATAN XV

UNIVERSITAS BINA DARMA

PALEMBANG

2010



I. Latar Belakang

Dalam bidang ekonomi khususnya di lingkungan bisnis yang mengembangkan manajemen secara teoritis dan praktis, Manajemen Strategik telah cukup lama dikenal dan dikembangkan. Berbeda dengan di lingkungan organisasi non profit, khususnya bidang pendidikan, kehadiran Manajemen Strategik pada dasarnya merupakan suatu paradigma baru.

Sebagai paradigma baru, jika diimplementasikan pada lingkungan organisasi pendidikan, tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan pengambilalihan seluruh kegiatannya sebagaimana dilaksanakan di lingkungan organisasi profit (bisnis), karena kedua organisasi tersebut satu dengan yang lain berbeda dalam banyak aspek, terutama dari segi filsafat yang mendasarinya dan tujuan yang hendak dicapai.

Pengimplementasian Manajemen Strategik di lingkungan organisasi bidang bisnis didasari oleh falsafah yang berisi nilai – nilai persaingan bebas antar organisasi bisnis sejenis, melalui pendayagunaan semua sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang bersifat strategik. Tujuan tersebut adalah mempertahankan dan mengembangkan eksistensi masing – masing untuk jangka waktu panjang, melalui kemampuan meraih laba kompetitif secara berkelanjutan. Sedang organisasi pendidikan didasari oleh filsafat yang berisi nilai – nilai pengabdian dan kemanusiaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perbedaan lain terletak pada pengorganisasian masing – masing. Setiap organisasi profit memiliki otonomi dalam

menjalankan manajemennya, berupa kebebasan mewujudkan pengembangan organisasinya antara lain dengan memilih pengimplementasian Manejemen Strategik atau manajemen lainnya yang dinilai terbaik. Di organisasi non profit khususnya bidang pendidikan, organisasi ini diatur dengan manajemen umum oleh pemerintah Pusat ataupunn daerah, yang secara berencana dan sistematis telah menetapkan berbagai pengaturan yang mengikat dalam memilih dan mengimplementasikan manajemennya.


II. Permasalahan

Untuk mempertajam telaah dalam makalah ini, penulis mengambil suatu permasalahan mendasar, yaitu : Bagaimaka aplikasi dan manfaat Manajemen Strategik bagi Organisasi Pendidikan ?


III. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan manfaat dan keunggulan Manajemen Strategik bagi Organisasi Pendidikan, sehingga dapat menjadikan acuan dalam pengembangan strategik di lingkungan organisasi pendidikan.


IV. Pembahasan

1. Pengertian Manajemen Strategik

Manajemen Strategik merupakan rangkaian dua perkataan terdiri dari kata “Manajemen” dan “Strategik” yang masing – masing memiliki pengertian tersendiri, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminologi berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Menurut Hadari Nawawi (2005:148-149), pengertian manajemen strategic ada 4 (empat).

Pengertian pertama Manajemen Strategik adalah “proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organiasasi, untuk mencapai tujuannya”.

Dari pengertian tersebut terdapat beberapa aspek yang penting, antara lain :

(a) Manajemen Strategik merupakan proses pengambilan keputusan.

(b) Keputusan yang ditetapkan bersifat mendasar dan menyeluruh yang berarti berkenaan dengan aspek – aspek yang penting dalam kehidupan sebuah organisasi, terutama tujuannya dan cara melaksanakan atau cara mencapainya.

(c) Pembuatan keputusan tersebut harus dilakukan atau sekurang – kurangnya melibatkan pimpinan puncak (kepala sekolah), sebagai penanggung jawab utama pada keberhasilan atau kegagalan organisasinya.

(d) Pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan strategiknya dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi (warga sekolah), seluruhnya harus mengetahui dan menjalankan peranan sesuai wewenang dan tanggung jawab masing – masing.

(e) Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak (kepala sekolah) harus diimplementasikan oleh seluruh warga sekolah dalam bentuk kegiatan/pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada tujuan strategik organisasi.

Pengertian manajemen strategik yang kedua adalah “usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuannya yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan”.

Dari pengertian tersebut terdapat konsep yang secara relatif luas dari pengertian pertama yang menekankan bahwa “manajemen strategik merupakan usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi”, yang mengharuskan kepala sekolah dengan atau tanpa bantuan manajer bawahannya (Wakasek, Pembina Osis, Kepala Tata Usaha), untuk mengenali aspek – aspek kekuatan organisasi yang sesuai dengan misinya yang harus ditumbuhkembangkan guna mencapai tujuan strategik yang telah ditetapkan. Untuk setiap peluang atau kesempatan yang terbuka harus dimanfaatkan secara optimal.

Pengertian yang ketiga, Manajemen Strategik adalah “arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi”. Pengertian ini menekankan bahwa arus keputusan dari para pimpinan organisasi (Ka Dinas, Kepala Sekolah) dan tindakan berupa pelaksanaan keputusan, harus menghasilkan satu atau lebih strategis, sehingga dapat memilih yang paling efektif atau yang paling handal dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Pengertian yang keempat, “manajemen strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut Perencanaan Strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut VISI), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut MISI), dalam usaha menghasilkan sesuatu (Perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai sasaran (Tujuan Operasional) organisasi.”

Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa Manajemen Strategik merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula.

Komponen pertama adalah Perencanaan Strategik dengan unsur – unsurnya yang terdiri dari Visi, Misi, Tujuan Strategik organisasi. Sedang komponen kedua adalah Perencanaan Operasional dengan unsur – unsurnya adalah Sasaran atau Tujuan Operasional, Pelaksanaan Fungsi – fungsi manajemen berupa fungsi

pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan

situasional, jaringan kerja Internal dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. Diagram manajemen strategik sebagai suatu sistem dapat dilihat pada diagram 1.

Di samping itu dari pengertian Manajemen Strategik yang terakhir, dapat disimpulkan beberapa karakteristiknya sebagai berikut :

a. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk Rencana Strategik (RENSTRA) yang dijabarkan menjadi Perencanaan Operasional (RENOP), yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk Program – program kerja.

b. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan ( 25 – 30 tahun). Sedang Rencana Operasionalnya ditetapkan untuk setiap tahun atau setiap lima tahun.

c. VISI, MISI, pemilihan strategik yang menghasilkan Strategi Utama (Induk) dan Tujuan Strategik Organisasi untuk jangka panjang, merupakan acuan dalam merumuskan RENSTRA, namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan Manajemen Puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di dalamnya.

d. RENSTRA dijabarkan menjadi RENOP yang antara lain berisi program – program operasional.

e. Penetapan RENSTRA dan RENOP harus melibatkan Manajemen Puncak (Pimpinan) karena sifatnya sangat mendasar dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi.

f. Pengimplementasian Strategi dalam program – program untuk mencapai sasarannya masing – masing dilakukan melalui fungsi – fungsi manajemen yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.

Berdasarkan karakteristik dan komponen Manajemen Strategik sebagai sistem, terlihat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas dan formalitas pengimplementasiannya di lingkungan organisasi non profit (pendidikan). Beberapa faktor tersebut antara lain adalah ukuran besarnya organisasi, gaya manajemen dari pimpinan, kompleksitas lingkungan ideologi, sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya termasuk kependudukan, peraturan pemerintah dsb. sebagai tantangan eksternal. Tingkat intensitas dan formalitas itu dipengaruhi juga oleh tantangan internal, antara lain berupa kemampuan menterjemahkan strategi menjadi proses atau rangkaian kegiatan pelaksanaan pekerjaan sebagai pelayanan umum yang efektif, efisien dan berkualitas (dalam bidang pendidikan misalnya menetapkan model/sistem instruksional, sumber – sumber belajar, media pembelajaran dll).
2. Dimensi – Dimensi Manajemen Strategik

Berdasarkan pengertian dan karakteristiknya dapat disimpulkan bahwa Manajemen Strategik memiliki beberapa dimensi atau bersifat multidimensional. Dimensi – dimensi dimaksud adalah :

a. Dimensi Waktu dan Orientasi Masa Depan

Manajemen Strategik dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu organisasi berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai Visi organisasi yang akan diwujudkan 25 – 30 tahun lebih di masa depan. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 155), Visi dapat diartikan sebagai “kondisi ideal yang ingin dicapai dalam eksistensi organisasi di masa depan”. Sehubungan dengan itu Lonnie Helgerson yang dikutip oleh J. Salusu dalam bukunnya Hadari Nawawi mengatakan bahwa : “Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiaporang (anggota organisasi). Visi memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen puncak organisasi”

Masih menurut J. Salusu yang mengutip pendapat Naisibit : “Visi merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dicapai berikut rincian dan instruksi setiap langkah untuk mencapai tujuan. Suatu visi dikatakan efektif jika sangat diperlukan dan memberikan kepuasan, menghargai masa lalu sebagai pengantar massa depan”. Masih dalam Hadari Nawawi, menurut Kotler yang juga dikutip oleh J. Salusu dikatakan bahwa : “Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh, serta aspirasi dan cita – cita masa depan. Sehingga secara sederhana Visi organisasi dapat diartikan sebagai sudut pandang ke masa depan dalam mewujudkan tujuan strategik organisasi, yang berpengaruh langsung pada misinya sekarang dan di masa depan. Sehubungan dengan itu Misi organisasi pada dasarnya berarti keseluruhan tugas pokok yang dijabarkan dari tujuan strategik untuk mewujudkan visi organisasi.

b. Dimensi Internal dan Eksternal

Dimensi Internal adalah kondisi organisasi non profit (pendidikan) pada saat sekarang,berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang harus diketahui secara tepat. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan EVALUASI DIRI antara lain dengan menggunakan Analisis Kuantitatif dengan menggunakan perhitungan – perhitungan statistik, menggunakan data kuantitatif yang tersedia di dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM). Namun kerap kali data kuantitatif tidak memadai, karena lemahnya SIM dalam mencatat, mencari, melakukan penelitian dan mengembangkan data pada masa lalu. Oleh karena itu Evaluasi Diri tidak boleh tergantung sepenuhnya pada data kuantitatif, karena dapat juga dilakukan dengan Analisis Kualitatif dengan menggunakan berbagai informasi kualitatif atau sebagian data kuantitatif dan sebagian lagi data kualitatif. Untuk Analisis Kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan Analisis SWOT.

Dimensi lingkungan eksternal pada dasarnya merupakan analisis terhadap lingkungan sekitar organisasi (sekolah), yang terdiri dari Lingkungan Operasional, Lingkungan Nasional dan Lingkungan Global, yang mencakup berbagai aspek atau kondisi, antara lain kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama, dll. Pengimplementasian Manajemen Strategik perlu mengidentifikasi dan mendayagunakan kelebihan atau kekuatan dan mengatasi hambatan atau kelemahan organisasi.

c. Dimensi Pendayagunaan Sumber – Sumber.

Manajemen strategik sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara terintegrasi terimplementasikan dalam fungsi – fungsi manajemen ke arah tercapainya sasaran yang telah ditetapkan di dalam setiap RENOP, dalam rangka mencapai Tujuan Strategik melalui pelaksanaan Misi untuk mewujudkan Visi Organisasi (sekolah). Sumber daya yang ada terdiri dari Sumber Daya Material khususnya berupa sara dan prasarana, Sumber Daya finansial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Teknologi dan Sumber Daya Informasi. Semua sumberdaya ini dikategorikan dalam sumber daya internal, yang dalam rangka evaluasi diri (Analisis Internal) harus diketahui dengan tepat kondisinya.

d. Dimensi Keikutsertaan Manajemen Puncak (Pimpinan)

Manajemen strategik yang dimulai dengan menyusun Rencana Strategik merupakan pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensi sesuai dengan visinya dapat diwujudkan. Rencana Strategik harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi yang berpengaruh pada eksistensinya di masa depan merupakan wewenang dan tanggung jawab manajemen puncak. Rencana Strategik sebagai keputusan utama yang prinsipil, tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus dilakukan secara proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikannya merupakan tanggung jawabnya.

e. Dimensi Multi Bidang

Manajemen Strategik sebagai Sistem, pengimplementasiannya harus didasari dengan menempatkan organisasi sebagai suatu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan dapat menyusun RENSTRA dan RENOP jika tidak memiliki keterikatan atau ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagai atasan. Dalam kondisi sebagai bawahan (sekolah merupakan bawahan Dinas P & K) berarti tidak memiliki kewenangan penuh dalam memilih dan menetapkan visi, misi, tujuan dan strategi. Sekolah hanya berperan sebagai penyusun RENOP dan program tahunan. Dari uraian tersebut jelas bahwa RENSTRA dan RENOP bersifat multi dimensi, terutama jika perumusan RENSTRA hanya dilakukan pada banyak organisasi non profit termasuk pendidikan yang tertinggi. Dengan dimensi yang banyak tersebut, maka mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.

3. Keunggulan dan Manfaat Manajemen Strategik Bagi Organisasi Pendidikan

Pengimplementasian Manajemen Strategik melalui perumusan RENSTRA dan RENOP dengan menggunakan strategi tertentu dalam melaksanakan fungsi- fungsi manajemen, dan mewujudkan tugas pokok dilingkungan organisasi pendidikan harus diukur dan dinilai keunggulannya. Dari pengukuran tersebut dan seluruh proses pengimplementasiannya, maka diketahui manfaat Manajemen Strategik bagi organisasi. Keunggulan dan Manfaat Manajemen Strategik dalam organasasi pendidikan antara lain :

a. Keunggulan Implementasi Manajemen Strategik

Keunggulan implementasi manajemen strategik dapat dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur sebagai berikut :

1) Profitabilitas

Keunggulan ini menunjukkan bahwa seluruh pekerjaan diselenggarakan secara efektif dan efisien, dengan penggunaan anggaran yang hemat dan tepat, sehingga diperoleh profit berupa tidak terjadi pemborosan.

2) Produktivitas Tinggi

Keunggulan ini menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan (kuantitatif) yang dapat diselesaikan cenderung meningkat. Kekeliruan atau kesalahan dalam bekerja semakin berkurang dan kualitas hasilnya semakin tinggi, serta yang terpenting proses dan hasil memberikan pelayanan umum (siswa dan masyarakat) mampu memuaskan mereka.

3) Posisi Kompetitif

Keunggulan ini terlihat pada eksistensi sekolah yang diterima, dihargai dan dibutuhkan masyarakat. Sifat kompetitif ini terletak pada produknya (mis : kualitas lulusan) yang memuaskan masyarakat yang dilayani.

4) Keunggulan Teknologi

Semua tugas pokok berlangsung dengan lancar dalam arti pelayanan umum dilaksanakan secara cepat, tepat waktu, sesuai kualitas berdasarkan tingkat keunikan dan kompleksitas tugas yang harus diselesaikan dengan tingkat rendah, karena mampu mengadaptasi perkembangan dan kemajuan teknologi.

5) Keunggulan SDM

Di lingkungan organisasi pendidikan dikembangkan budaya organisasi yang menempatkan manusia sebagai faktor sentral, atau sumberdaya penentu keberhasilan organisasi. Oleh karena itu SDM yang dimiliki terus dikembangkan dan ditingkatkan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan sikapnya terhadap pekerjaannya sebagai pemberi pelayanan kepada siswa. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi oleh sekolah pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi masalah – masalah yang timbul sebagai pengaruh globalisasi di masa yang akan datang.

6) Iklim Kerja

Tolok ukur ini menunjukkan bahwa hubungan kerja formal dan informal dikembangkan sebagai budaya organisasi berdasarkan nilai – nilai kemanusiaan. Di dalam budaya organisasi pendidikan, setiap SDM sebagai individu dan anggota organisasi terwujud hubungan formal dan hubungan informal antar personil yang harmonis sesuai dengan posisi, wewenang dan tanggung jawab masing – masing di dalam dan di luar jam kerja.

7) Etika dan Tanggung Jawab Sosial

Tolok ukur ini menunjukkan bahwa dalam bekerja terlaksana dan dikembangkan etika dan tanggung jawab sosial yang tinggi, dengan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan/atau organisasi. Tolok ukur keunggulan tersebut di atas sangat penting artinya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sekarang dan di masa mendatang.Untuk itu diperlukan kerjasama dan dukungan masyarakat dalam menumbuhkembangkan organisasi dalam mengimplementasikan Manajemen Strategik secara optimal,agar keunggulan – keunggulan di atas dapat diwujudkan yang hasilnya akan menguntungkan masyarakat pula.

Dalam kenyataan yang pada masa sekarang, bagi organisasi pendidikan (sekolah) kondisi untuk mewujudkan keunggulan tersebut masih menghadapi berbagai dilema. Organisasi pendidikan yang ada pada saat ini secara relatif bersifat konsumtif, sedang untuk melaksakan Manajemen Strategik secara relatif diperlukan dana/anggaran yang tidak sedikit. Dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan kemampuan mewujudkan keseimbangan antara kesediaan pemerintah dalam menyediakan dana/anggaran yang memadai, dan dalam menggali serta mengatur pendayagunaan sumber – sumber daya lain, seperti orang tua, masyarakat, pinjaman/bantuan.

b. Manfaat Manajemen Strategik

Berdasarkan keunggulan yang dapat diwujudkan seperti telah diuraikan di atas, berarti dalam pengimplemantasian Manajemen Strategik di lingkungan organisasi pendidikan terdapat beberapa manfaat yang dapat memperkuat usaha mewujudkannya secara efektif dan efisien. Manfaat yang dapat dipetik adalah : “manajemen strategik dapat mengurangi ketidakpastian dan kekomplekan dalam menyusun perencanaan sebagai fungsi manajemen, dan dalam proses pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan semua sumber daya yang secara nyata dimiliki melalui proses yang terintegrasi dengan fungsi manajemen yang lainnya dan dapat dinilai hasilnya berdasarkan tujuan organisasi.” Secara terinci manfaat manajemen strategik bagi organisasi non profit (pendidikan) adalah :

1) Organisasi pendidikan (sekolah) sebagai organisasi kerja menjadi dinamis, karena RENSTRA dan RENOP harus terus menerus disesuaikan dengan kondisi realistic organisasi (analisis internal) dan kondisi lingkungan (analisis eksternal) yang selalu berubah terutama karena pengaruh globalisasi. Dengan kata lain Manajemen Strategik sebagai pengelolaan dan pengendalian yang bekerja secara realistik dalam dinamikanya, akan selalu terarah pada Tujuan Strategik dan Misi yang realistic pula.

2) Implementasi Manajemen strategik melalui realiasi RENSTRA dan RENOP berfungsi sebagai pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien. Dengan demikian berarti Manajemen Strategik mampu menunjang fungsi kontrol, sehingga seluruh proses pencapaian Tujuan Strategik dan perwujudan Visi berlangsung secara terkendali.

3) Manajemen Strategik diimplementasikan dengan memilih dan menetapkan strategi sebagai pendekatan yang logis, rasional dan sistematik, yang menjadi acuan untuk mempermudah perumusan dan pelaksanaan program kerja. Strategi yang dipilih dan disepakati dapat memperkecil dan bahkan meniadakan perbedaan dan pertentangan pendapat dalam mewujudkan keunggulan yang terarah pada pencapaian tujuan strategik.

4) Manajemen Strategik dapat berfungsi sebagai sarana dalam mengkomunikasikan gagasan, kreativitas, prakarsa, inovasi dan informasi baru serta cara merespon perubahan dan perkembangan lingkungan operasional, nasional dan global, pada semua pihak sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Dengan demikian akan memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi yang akan dilaksanakan, sesuai dengan atau tanpa merubah keunggulan yang akan diwujudkan oleh organisasi.

5) Manajemen Strategik sebagai paradigma baru di lingkungan organisasi pendidikan, dapat mendorong perilaku proaktif semua pihak untuk ikut serta sesuai posisi, wewenang dan tanggungjawab masing – masing. Dengan demikian setiap unit dan atau satuan kerja akan berusaha mewujudkan keunggulan di bidangnya untuk memperkuat keunggulan organisasi.

6) Manajemen Strategik di dalam organisasi pendidikan menuntut semua yang terkait untuk ikut berpartisipasi, yang berdampak pada meningkatnya perasaan ikut memiliki (sense of belonging), perasaan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility), dan perasaan ikut berpartisipasi (sense of participation). Dengan kata lain manajemen strategik berfungsi pula menyatukan sikap bahwa keberhasilan bukan sekedar untuk menajemen puncak, tetapi merupakan keberhasilan bersama atau untuk keseluruhan organisasi dan bahkan untuk masyarakat yang dilayani.

Berdasarkan uraian tentang keunggulan dan manfaat manajemen strategik di atas perlu dipahami bahwa pengimplementasiannya di lingkungan organisasi pendidikan bukanlah jaminan kesuksesan. Keberhasilan tergantung pada SDM atau pelaksananya bukan pada Manajemen Strategik sebagai sarana. SDM sebagai pelaksana harus terdiri dari personil yang profesional, memiliki wawasan yang luas dan yang terpenting adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap moral dan/atau etika untuk tidak menggunakan manajemen strategik demi kepentingan diri sendiri atau kelompok.


V. Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan tentang keunggulan implementasi dan manfaat manajemen strategik dalam organisasi pendidikan, yaitu :

1. Keunggulan Implementasi Manajemen Strategik

Dengan menerapkan Manajemen Strategik, maka organisasi pendidikan (sekolah) akan memiliki keunggulan, antara lain : profitabilitas, produktifitasi tinggi, memiliki posisi kompetitif, keunggulan teknologi, keunggulan Sumber Daya Manusia, Iklim kerja yang kondusif, etika dan tanggung jawab sosial yang berkembang.

2. Manfaat Manajemen Strategik

Manfaat yang diperoleh dari implementasi manajemen strategik adalah :

- organisasi menjadi dinamis,

- fungsi kontrol berjalan dengan efektif dan efisien

- meniadakan perbedaan dan pertentangan pendapat dalam mewujudkan keunggulan

- memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi yang akan dilaksanakan

- mendorong perilaku proaktif bagi semua pihak untuk ikut serta mewujudkan keunggulan

- meningkatkan perasaan ikut memiliki, berpartisipasi aktif dan tanggung jawab bagi semua komponen organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adnan Sandy Setiawan (200); “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”indonews@indonews.com. 24 Maret 2006

2. Ani M. Hasan (2003); “Pengembangan Profesional Guru di Abad Pengetahuan”,

Pendidikan Network : 24 Maret 2006

3. Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998); Total Quality Management (TQM), Andi Offset : Yogyakarta

4. Frietz R Tambunan (2004); “Mega Tragedi Pendidikan Nasional”, Kompas : 16 Juni 2004

5. Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta

6. Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006

e-EDUCATION / e-LEARNING : ANTARA INOVASI PEMBELAJARAN DAN KETERBATASAN IMPLEMENTASI DI SUMATERA SELATAN

e-EDUCATION / e-LEARNING : ANTARA INOVASI PEMBELAJARAN DAN KETERBATASAN IMPLEMENTASI DI SUMATERA SELATAN



TUGAS AKHIR SEMESTER OLEH :

NAMA : MUGIARSIH

NIM : 10251022 D

KONSENTRASI : MANAJEMEN PENDIDIKAN

MATA KULIAH : MANAJEMEN SISTEM INFORMASI

DOSEN PENGASUH : M. IZMAN HERDIANSYAH, MM, Ph.D

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN ANGKATAN XV UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG 2010

Abstrak

Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi di bidang pendidikan (e-education) saat ini menjadi kebutuhan yang tak bisa dielakkan. Penerapan e-education merupakan terobosan besar di dunia pendidikan yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Banyak kontribusi positif bagi aktifitas dan proses pendidikan.salah satu implikasi dalam impelemnatasi e-education adalah fasilitas jaringan international network (internet). Keberadaan internet sendiri mampu menembus keterbatasan yang selama ini terjadi dalam penggunaan konsep manual. Melalui internet memungkinkan seseorang dapat mengakses berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia.

Melalui fasilitas internet memungkinkan seluruh perangkat pendidikan untuk saling berinteraksi. Informasi yang diwakilkan oleh komputer yang terhubung dengan internet sebagai media utamanya telah mampu memberikan kontribusi yang sedemikian besar bagi proses pendidikan.

Peranan e-education yang begitu banyak memberi kontribusi positif idealnya harus diterapkan di semua lini pendidikan di Indonesia. Dari pendidikan dasar, menengah hingga ke pendidikan tinggi. Dari perdesan hingga perkotaan. Namun pada kenyataannya penerapan pendidikan berbasis elektronik secara merata di tanah air bukan tanpa kendala alias tidak semudah membalikkan telapan tangan. Banyak sekali kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin pada institusi pendidikan.

Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) atau brainware, serta sejumlah kendala krusial lainnya, seperti proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang mengaturnya. Soalnya, infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia belum cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Apalagi, seperti diketahui bahwa Cyber Law (undang-undang tentang dunia maya (internet-red)) belum diterapkan pada dunia Hukum di Indonesia.

Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia. dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan. Hal itu didukung oleh penetrasi komputer (PC) di Indonesia yang masih rendah.

Keterbatasan anggaran tak bisa dipungkiri menyebabkan keterbatasan pengembangan pendidikan di tanah air. Namun demikian, kontribusi positif yang besar bagi perkembangan pendidikan, e-education menjadi salah satu solusi menerobos keterbatasan pendidikan konvensional yang berlaku saat ini. Untuk itu bagaimanakah seharusnya agar penerapan e-education dapat merata di tanah air, menjadi pemikiran kita bersama untuk mencari solusi terbaiknya.

Kata kunci : e-Education, e-Learning, pengertian, aplikasi, implementasi, manfaat, hambatan

I. PENDAHULUAN

Pesatnya kemajuan teknologi komunikasi, media dan informatika, serta meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global telah mengubah pola dan cara kegiatan yang dilaksanakan di berbagai bidang baik di bidang pendidikan, industri, perdagangan, dan pemerintahan maupun sosial politik. Perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat informasi (information society) telah menjadi paradigma global yang dominan. Kemampuan untuk terlibat secara efektif dalam revolusi jaringan informasi akan menjadi daya pendorong dalam mendukung kegiatan di berbagai bidang.

Di lingkungan pendidikan, penerapan Teknologi Informasi dalam kegiatan belajar mengajar, sebagai fasilitas pendukung, merupakan landasan dalam membangun lingkungan e-Education / e-Learning. Dengan dijalankannya e-Learning, perkembangan pendidikan terbuka untuk model belajar jarak jauh (Distance Learning).

Kemudahan untuk dan jarak jauh perlu dimasukan sebagai strategi utama e-Learning. Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah jaringan. Perpustakaan & instrumen pendidikan lainnya (guru, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekedar rak buku. Akses internet , penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif dan multimedia dalam pendidikan, secara bertahap akan membantu kelancaran kegiatan belajar mengajar yang akan mengoptimalkan e-Education / e-Learning.

E-learning atau E-education menawarkan solusi untuk masalah-masalah pendidikan di Indonesia. Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah bentuk pembelajaran yang akan efektif bila dilakukan dengan e-education. Electronic Education atau e-education adalah pendidikan dengan menggunakan alat bantu elektronika, yang mengandalkan keunggulan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau lebih dikenal dengan istilah Information and Communication Technology (ICT). Pemanfaatan PJJ dengan e-education untuk negara kepulauan seperti Indonesia ini adalah amat penting karena akan dapat menjangkau berbagai daerah, termasuk daerah terpencil. Pendidikan akan dapat diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat dalam jumlah besar, baik yang muda maupun yang tua, yang kaya maupun yang miskin. Dengan keunggulan e-education, maka sistem ini juga akan merupakan pilihan untuk meningkatkan karir bagi mereka yang ingin belajar tetapi tidak punya waktu khusus untuk menempuh pendidikan atau bagi yang ingin belajar tetapi tempat tinggalnya berjauhan dengan sumber belajar. Selanjutnya, dengan e-education maka masyarakat akan dapat menilai kinerja lembaga penyelenggara pendidikan. Bila penilaian dirasa negatif, maka melalui e-education pun saran-saran perbaikan dapat disampaikan tanpa harus menemui pejabat yang bersangkutan.

Pemenuhan terhadap tuntutan standart kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui pembangunan lingkungan e-Education/e-Learning di mana lembaga yang memiliki kurikulum pendidikan yang standart dan berkualitas dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan. Memang disatu sisi sejumlah sekolah yang masih lemah kurikulumnya akan terancam keberadaan dengan terciptanya sistem pendidikan virtual ini. Namun daerah lain yang masih mengalami kesulitan dalam menyediakan sarana pendidikan berkualitas, e-Education/e-Learning menjadi solusi konkrit yang standart dan murah.

Dengan diterapkannya e-Education sebuah sekolah dapat lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan terakhir dunia pendidikan melalui model e-Education ini, karena perubahan dan penyesuaian materi pendidikan dapat dilakukan dengan mudah dan jauh lebih murah dibandingkan dengan model sekolah tradisional.

Model e-Education menawarkan fleksibilitas dan mobilitas bagi pengaksesnya. Tidak ada alasan soal waktu dan tempat lagi bagi masyarakat usia sekolah, karena proses belajar mengajar yang terjadi dalam e-Education/e-Learning tidak mengikat waktu dan tempat.

Dalam lingkungan e-Education, kecepatan transfer dan distribusi ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat. Setiap saat materi pendidikan baru dapat segera disajikan. Sementara itu melalui jaringan global, informasi tentang materi itu dapat terdistribusi sampai ke kota-kota kecil hanya dalam hitungan menit dan detik.

Sebagai negara besar yang terdiri dari 17 ribu pulau dengan luas 5.193 ribu km persegi, jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa dengan penyebaran yang tidak merata, dan perkembangan fasilitas pendidikan yang kurang memadai, menyebabkan permintaan terhadap pendidikan tidak terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitas. Lembaga pendidikan masih belum cukup jumlahnya dan lebih banyak terdapat di kota-kota besar, sedangkan sebagian besar penduduk berada di daerah pedesaan. Juga perkembangan penduduk yang cepat yaitu 2,27 % per tahun tidak seimbang dengan peningkatan daya tampung SMA dan Perguruan Tinggi yang rendah. Di samping itu, masih belum meratanya pembangunan ke daerah-daerah mengakibatkan juga kesenjangan kualitas pendidikan di Jawa dengan luar Jawa.

Khususnya di Sumatera Selatan, yang terdiri dari banyak kabupaten/kota, 80% sekolah berada di daerah (pada tingkat kabupaten/kota atau kecamatan bahkan di pedesaan). Hanya sedikit sekali sekolah yang berada diperkotaan dan dari yang sedikit tersebut, masih dapat dihitung dengan jari – sekolah sekolah yang sudah menggunakan ICT sebagai media pembelajaran yang terkonek dengan internet, yang mudah diakses oleh seluruh siswa. Sekolah-sekolah tersebut adalah sekolah yang sudah ”dilabelkan” sebagai Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).

Dengan adanya program pendidikan gratis di Sumsel, sulit bagi sekolah reguler – yang belum berstandar RSBI atau SBI – untuk mengembangkan sekolah. Hal ini dikarenakan ”diharamkannya” sekolah mengakumulasi bantuan dari stekholder. Sedangkan sekolah yang sudah ditetapkan oleh pihak pemerintah sebagai RSBI atau SBI, untuk mengembangkan sekolah, selain mendapat bantuan khusus dari pemerintah untuk pengembangan sekolah tersebut, juga masih diperkenankan menarik kekurangan biaya sekolah dari program pendidikan gratis.

Namun demikian, untuk mengembangkan sekolah yang ber Hi-Tech – yang learning and education system nya sudah secara elektronik – pemerintah pusat akan terus mendorong tumbuhnya sekolah dengan status atau dilabelkan RSBI. Khusus di Sumsel, program pemerintah tersebut sejalan dengan program kerja Dinas Pendidikan Provinsi, dan sejalan dengan Instruksi Gubernur (Alex Noedin) bahwa pada tahun 2013 mendatang, Sumsel akan memiliki 30 RSBI dan 19 SBI untuk tingkat SMA sederajat. Saat ini, dari 790 SMA sedarajat baru ada 24 RSBI tanpa SBI. Untuk tingkat SMP sederajat dari 1.382 sekolah, baru 4 RSBI dan 3 SBI (2 berada di Kota Palembang, 1 di kota Pagar Alam) Sedangkan untuk tingkat Sekolah Dasar sederajat, dari 3.981 sekolah, baru 4 sekolah yang RSBI, tanpa SBI. (Sumeks : edisi 7 Juni 2010)

Keterbatasan anggaran tak bisa dipungkiri menyebabkan keterbatasan pengembangan pendidikan di tanah air. Namun demikian, kontribusi positif yang besar bagi perkembangan pendidikan, e-education menjadi salah satu solusi menerobos keterbatasan pendidikan konvensional yang berlaku saat ini. Untuk itu bagaimanakah seharusnya agar penerapan e-education dapat merata di tanah air, menjadi pemikiran kita bersama untuk mencari solusi terbaiknya.

Melihat hambatan dan keterbatasan yang ada, penerapan e-education di Indonesia bukan hal mudah untuk diterapkan secara merata dalam waktu dekat ini. Namun, hal itu bukanlah angan kosong yang tak mungkin terealisasi. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah menjadi salah satu support yang harus ada. Lantas sejauhmana penerapan teknologi informasi pada dunia pendidikan di Indonesia sendiri?

Penggunaan e-education meski sudah dikenal namun masih belum familiar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pasalnya, pemanfaatan IT ini di Indonesia baru memasuki tahap mempelajari berbagai kemungkinan pengembangan dan penerapannya untuk bidang pendidikan.

Dengan demikian, sudah saatnya pemerintah termasuk para pelaku pedidikan memutar otak guna mencari formula yang tepat guna mengatrol mutu kualitas pendidik di Indonesia ini. Jika tidak, maka bangsa ini akan semakin tertinggal dari bangsa lain dari segala bidang kehidupan.

Selain itu, setiap sistem sekolah harus bersifat moderat terhadap teknologi yang memampukan mereka untuk belajar dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih cerdas. Dan penerapan teknologi informasi pada sektor pendidikan menjadi kunci untuk menuju model sekolah masa depan yang lebih baik yang dapat mencetak out put yang hi-tech dan berkualitas.

II. PEMBAHASAN

a. Pengertian e-Education/e-Learning

Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvesional ke arah pendidikan yang lebih terbuka (Mukhopadhyay M, 1995)

“Flexible Learning” Pendidikan tanpa Sekolah (Deshooling Society), yang secara extrimnya guru tidak lagi diperlukan.(Ivan Illich : awal 70an)

Meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexsible), terbuka dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. (Bishop G, 1989)

Pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah. (Mason R, 1994)

Teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi. (Tony Bates, 1995)

Pendekatan pendidikan dan pelatihan nantinya yang akan bersifat saat itu juga (just on time). Teknik pengajaran baru akan bersifat dua arah, kolaboratif dan inter-disipliner. (Alisjahbana I, 1996)

Memprediski penggunaan Multimedia Communication (CMC) yang bersifat sinkron dan asinkron. (Romiszwki & Mason, 1996)

Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat E-learning) adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung.

Banyak istilah yang dapat dijumpai dalam lingkungan pendidikan berbasis Internet ini, seperti e-Education, m-Educasion dan i-Education. Apa perbedaan dari ketiga istilah tersebut?

e-Education sebenarnya merupakan system pendidikan berbasis media elektronik, seperti radio dan televisi. Misalnya kuliah subuhatau program pelejaran yang disajikan dalam Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Namun berhubung sistem e-Education lebih dikenal oleh masyarakat luas ketika Internet digunakan sebagai media pendidikan, maka masyarakat luas yang menggunakan Internet sebagai media utamanya.

Oleh karana paradigma tentang e-Education yang dipahami saat ini adalah pendidikan berbasis internet, maka selanjutnya digunakan sebagai pemahaman

Sementara itu, pola e-Education ini terus berkembangseiring dengan perkembangan teknologi yang ada hingga tercipta system ponsel. Dengan sistem ponseldi mana skses telepon dapat dilakukan tanpa kabel, paka berkembanglah protokol-protokol baru seperti Wireless Application Protocol (WAP) yang memungkinkan akses internet melalui media komunikasi ponsel di mana sebuah komputer notebook yang terhubung ke sebuah ponsel dapat melakukan akses Internet. Bahkan kini, sejumlah peralatan ponseldapat langsung nengakses Internet.

Oleh karena itu sistem e-Education dimungkinkan untuk diakses melalui berbagai terminal di berbagai tempat sesuai dengan mobilitas pengaksesannya, sehingga lahirlah istilah mobile Education yang disingkat dengan istilah m-Education.

Selanjutnya sistem e-Education kurang menarik bila tidak mampu berinteraksi dengan pengaksesnya. Oleh karena itu para pakar mencoba untuk terus meneliti hingga akhirnya dapat tercipta sistem e-Education yang interaktif yang disebut dengan istilah interactive Education atau disingkat menjadi i-Education di mana pengakses sistem seakan-akan dapat melakukan dialog dengan sistem education tersebut, baik melalui pesan maupun kotak-kotak dialog yang dibangun dalam sistem tersebut.

Pembelajaran on-line adalah pembelajaran yang menggunakan internet untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa yang dipisahkan oleh waktu atau jarak, atau keduanya (Dempsey & Eck, 2002). Medium yang digunakan adalah sistem komunikasi jaringan.

Pembelajaran on-line harus memperhatikan hal-hal berikut :

• Hasil belajar yang diinginkan (learning outcomes)  internet lebih bermanfaat untuk hasil belajar kognitif ketimbang pengembangan keterampilan psikomotor (psychomotor skill development) atau perubahan sikap (attitudinal change)

• Penggunaan konsep interactions dan interactivity  seringkali dikacaukan antara penggunaan konsep interaksi dengan konsep interaktif. Interaksi merujuk kepada keterlibatan perilaku dimana secara langsung saling mempengaruhi; interaktif merujuk kepada lingkungan belajar dua arah

• Lingkungan on-line sebagai komunitas belajar  meskipun tampaknya sebagai perolehan pengalaman yang terisolasi karena hanya berhadapan pada komputer, tetapi dapat dirancang untuk membentuk komunitas belajar seperti perancang, tutor kelompok, kolaborasi sehingga berkembang kreativitas dan partisipasi

b. Sejarah e-Education/e-Learning

E-pembelajaran atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh universitas Illinois di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computer-assisted instruction ) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu, perkembangan E-learning dari masa ke masa adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1990 : Era CBT (Computer-Based Training) di mana mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia (Video dan AUDIO) DALAM FORMAT mov, mpeg-1, atau avi.

2. Tahun 1994 : Seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.

3. Tahun 1997 : LMS (Learning Management System). Seiring dengan perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi. Dari sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang satu dengan lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.

4. Tahun 1999 sebagai tahun Aplikasi E-learning berbasis Web. Perkembangan LMS menuju aplikasi e-learning berbasis Web berkembang secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia , video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar, dan berukuran kecil.

Sebelum kata e-Learning menjadi populer banyak istilah yang telah digunakan seperti contoh berikut ini:

• Pembelajaran jarak jauh (open distance learning).

• Pembelajaran berbasis web (web based training).

• Pembelajaran berbasis komputer (computer based training).

• Pembelajaran berbasis teknologi (technology based training).

• Pembelajaran secara online (online learning).

c. Konsep, Ruang Lingkup dan Komunitas E-Education

Konsep pendidikan dengan menggunakan inetrnet sebagai media disebur e-education dari kata e yaitu electronic dan education (pendidikan). E-education sendiri mempunyai pengertian:

* Pada prinsipnya bukan hanya membangun halaman Web

* Tidak hanya berkaitan dengan soal teknis mendigitalkan informasi sekolah melalui internet

* Mampu menghadirkan suasana ilmiah di dubia cyber

Melalui konsep e-education yang menitikberatkan pembelajaran melalui media komputer dan internet diharapkan para pelajar dan mahasiswa dapat lebih memperluas ruang geraknya dalam memperoleh pendidikan sehingga tidak terpaku pada keterbatasan kapasitas institusi dan sarana prasarana lainnya.

Pengertian dari konsep e-deucation adalah :

• Sebuah sistem virtual, pararel dengan sistem nyata/fisis

* Bukan sekedar network, internet dan aplikasi berbasis Web

* Komponen-komponen non fisis, materi kuliah, tugas, diskusi, ujian dan sebagainya disajikan dalam format virtual

Ruang lingkup e-education adalah:

* System informasi e-education

* Chatting

* News group

* Web page

* Rencana belajar

* Konsultasi elektronik

* E-laboratory

* E-books

* E-news

* Vidio conference

Komunitas E-Education adalah :

* Internal

* Penyelenggara institusi pendidikan

* Guru

* Siswa

* Eksternal

* LSM yang konsern terhadap pendidikan

* Pemerintah

* Pengguna lulusan

* Agen pendidikan

* Orang tuan siswa

* Penerbit e-book, e-media

* Penyedia infrastruktur e-education

* Forum lembaga pendidikan

d. Urgensi e-Education pada Institusi Pendidikan di Indonesia

Electronic Education atau disingkat (e-Education) merupakan sebuah terobosan baru di bidang pendidikan yang terbukti mampu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan itu sendiri. Kehadirannya banyak memberikan kontribusi positif bagi aktivitas dan proses pendidikan.

Salah satu implikasi dalam implementasi E-education adalah fasilitas jaringan International Network (Internet). Keberadaan Internet tak bisa dipungkiri mampu membuka hampir semua sumber berbagai informasi yang tadinya susah diakses. Karenanya, akses terhadap sumber informasi bukan menjadi masalah lagi. Adanya Internet memungkinkan seseorang dapat mengakses berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia.

Khusus dalam dunia pendidikan, keberadaan internet sangat urgens dalam mengakses berbagai informasi yang berkaitan dengan materi/informasi yang dibutuhkan para pelau pendidikan (murid dan guru). Selain itu, fasilitas revolusi teknologi informasi milenium III itu memungkinkan seluruh perangkat pendidikan untuk saling berinteraksi. Para pelaku pendidikan dapat saling tukar menukar informasi. Tanpa adanya Internet, mungkin banyak tugas sekolah atau thesis yang mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk diselesaikan.

Informasi yang diwakilkan oleh komputer yang terhubung dengan internet sebagai media utamanya telah mampu memberikan kontribusi yang sedemikian besar bagi proses pendidikan. Teknologi interaktif ini memberikan katalis bagi terjadinya perubahan mendasar terhadap peran guru –dari informasi ke transformasi–.

Oleh karena itu, mungkin sudah saatnya seluruh institusi pendidikan yang dimotori oleh pemerintah mulai menerapkan teknologi informasi ke dalam sektor pendidikan melalui E-education-nya. Selain itu, banyak aspek dapat diajukan untuk menjadi sejumlah alasan untuk mendukung pengembangan dan penerapan IT untuk pendidikan dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Salah satu aspeknya ialah kondisi geografis Indonesia yang berkarakteristik terpencar-pencar dari satu pulai ke pulau lainnya.

Karenanya, E-education dapat menjadi fasilitator utama untuk meratakan pendidikan di bumi nusantara. Sebab karakteristik dari model ini mengandalkan kemampuan pembelajaran jarak jauh, sehingga tidak terpisah oleh jarak, ruang, waktu. Dengan demikian, daerah-daerah yang awalnya sulit disentuh dengan model pendidikan konvensional, tentunya akan teratasi dengan penerapan IT dalam bidang pendidikan ini (E-education).

Manfaat lain dari implikasi IT dalam dunia pendidikan adalah memungkinkan kerjasama antara pendidik yang yang dididik untuk berinteraksi kendati letaknya berjauhan secara fisik. Dahulu, seorang murid harus berjalan jauh terlebih dahulu untuk menemui gurunya guna mendiskusikan suatu masalah. Namun, kini, hal tersebut dapat dilakukan di rumah dengan mengunakan fasilitas jaringan internet (mailing, chating). Tugas sekolah, makalah dan bahan untuk penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring dan mailing list. Dengan demkian batasan jarak bukan menjadi masalah lagi.

Pesatnya perkembangan IT, khususnya internet, memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan. Di lingkungan perguruan tinggi misalnya, pemanfaatan IT bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, sehingga perguruan tinggi dapat menyediakan layanan informasi yang lebih baik kepada komunitasnya, baik di dalam maupun di luar perguruan tinggi tersebut melalui internet. Layanan pendidikan lain yang bisa dilaksanakan melalui sarana internet yaitu pengadaan materi kuliah secara online sehingga materi kuliah tersebut dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan.

Pada tingkat pendidikan SMU, implikasi IT juga sudah mulai dilakukan kendati masih bersifat ”ekstrakurikuler” dan belum menjadi kurikulum utama yang diajarkan untuk siswa. IT belum menjadi media database utama bagi nilai-nilai, kurikulum, siswa, guru atau yang lainnya. Namun, kendati begitu, prospek untuk masa depan penggunaan IT di SMU cukup terbuka.

Selain itu, sharing information dapat dilakukan dnegan memanfaatkan jaringan internet yang sangat dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the wheel). Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat digunakan bersama-sama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan teknologi.

Implikasi IT pada institusi pendidikan (e-Education) seperti di paparkan di atas merupakan sebuah aplikasi baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kendati saat ini aplikasinya masih belum optimal bahkan masih berupa angan, karena teknologi yang masih terbatas serta ketersediaan perangkat software, hardware dan brainware (Sumber Daya Manusia) yang minim.

Namun, seiring perkembangan IT yang semakin pesat, maka di masa depan, e-Education akan menjadi pilihan yang tak bisa ditawar lagi implikasinya, sehingga diharapkan dapat tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang diimpi-impikan oleh setiap ahli IT serta para pelaku dunia pendidikan di Indonesia.

e. Aplikasi e-Education

1. Silabus berbasis web

Agar peserta didik dapat mengetahui dengan pasti kurikulum yang akan diikuti selama masa pendidikannya, maka diharapkan silabus dapat dikonversi menjadi halaman web sehingga mudah diakses.

2. E-mail

Peserta didik dapat berkonsultasi secara elektronik dengan pendidikan, maka aplikasi e-mail, dengan pendidik, maka aplikasi e-mail akan sangat membantu bilamana disediakan.

3. Diskusi beralur

Fasilitas ini untuk melengkapi diskusi kelas biasa dengan model debat online yang hidup dan dapat dijalankan dengan teknologi bulletin board.

4. Forum diskusi elektronik

Melalui forum, pendidikan seakan dapat hadir untuk mengunjungi masing-masing peserta untuk memberikan pekerjaan tumah atau ahan diskusi untuk topic-topik yang menarik.

5. Bahan kuliah online

Digitalisasi dari materi perkuliahan yang disusun oleh pendidikan.

6. Buku nilai online

Perlu disediakan agar sewaktu-waktu peserta didik dapat melihat hasil belajarnya dan melakukan evaluasi pribadi atas presentasinya.

7. Ujian berbasis computer

Memungkinkan untuk diakses oleh para peserta didik bilamana ia telah menyelesaikan pemahaman terhadap materi-materi dari suatu topik atau mata pelajaran yang ia tekuni.

Suatu pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai berikut :

1. Pusat kegiatan siswa

Sebagai suatu community web based distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai kegiatan mahasiswa.

2. Interaksi dalam grup

Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang diberikan dosen/guru.

3. Sistem administrasi mahasiswa

Dimana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status mahasiswa, prestasi mahasiswa, dll.

4. Pendalaman materi dan ujian

Biasanya dosen memberikan quiz singkat dan tugas yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa belajar.

5. Perpustakaan digital

Terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada buku tapi juga pada perpustakaan digital seperti suara, gambar, dll.

6. Materi online diluar mata kuliah/pelajaran

Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan bacaan dari web lainnya.

f. Manfaat e-Education

Ada manfaat yang dapat dipetik baik oleh lembaga pendidikan, siswa dan masyarakat pada umumnya. Adapun rincian manfaat e-Education adalah sebagai berikut:

A. Bagi Lembaga Pendidikan

• Memperpendek jarak. Lembaga pendidikan dapat lebih mendekatkan diri dengan siswa-i di mana jarak secara fisik dapat diatasihanya dengan mengklik situsnya. Sementara itu birokrasi antara pendidik dan mahasiswa dapat dipersingkat, di mana siswa dapat langsungmengirimkan pesan dan melakukan konsultasi langsung melalui e-mail.

• Perluasan pasar. Jangkaun pasar peserta didik dapat menjadi luas di bandingkan dengan sistem pendidikan tradisional yang ”dibatasi” oleh lokasi.

• Perluasan jaringan mitra kerja. Selain perluasan pasar, lembaga pendidikan dapat juga melakukan perluasan jaringan mitra kerja. Secara tradisional sangat sulit bagi sebuah lembaga pendidikan untuk membangun berkomunikasi dengan lembaga atau perusahaan di luar kota atau bahkan di luar negeri. Namun melalui pembuatan situs lembaga maka kontak itu dapat dilakukan secara mudah, cepat dan murah

• Biaya terkendali. Lembaga pendidikan tidak perlu hadir secara fisik di berbagai kota dan penjuru dunia, namun dapat melakuikan prosespendidikan diberbagai lokasi. Disamping itu, perkuliahan tidak memperlukan biaya pembangunan fisik, dan pengturan jadwal kelas yang membebanipejabat jurusan dan universitas. Melalui sistem ini biaya komunikasi dapat ditekan serendah mungkin.

• Hemat. Melalui pola paperless di mana distribusi materi pendidikan, jawaban tes dapat dilakukan secara elektronik, sehingga dapat menghemat dari segi waktu untuk mengintegrasikan dengan data base yang ada di komputer pusat dan waktu pengiriman maupun biaya kertas dan prangko.

• Cash flow terjamin. Dengan sistem e-Education ini, cash flow lembaga akan terjamin, karena lembaga akan menerima pembayaran terlebih dahulu sebelum mengirim materi pendidikan yang dipesan siswa. Dengan pola seperti ini maka modul yang dibutuhkan relatif lebih kecil.

• Manfaat lainnya antara lain meningkatkan citra lembaga, meningkatkan layanan pendidikan , menyederhanakan proses, meningkatkan produktivitas, mempermudah akses informasi, mengurangi biaya trasportasi dan meningkatkan fleksibilitas.

B. Bagi Siswa

• Hemat. Di mana siswa dapat mengukuti proses pendidikan setiap saat dengan akurat , cepat interaktif dan murah.

• Biaya terkendali. Biaya transport menuju lokasi sekolah, kemungkinan terjadinya kecelakaan atau perkelahian dapat ditekan serendah mungkin, karena semua prosesdapat dilakukan dari balik meja dan hanya mengklik mouse.

• Fleksibel. Siswa dapat mengikuti proses pendidikan dari berbagai tempat dengan berbagai kondisi, seperti dari rumah, tempat peristirahatan, warnet atau tempat-tempat lainnya. Siswa juga tidak perlu mengkondisikan dirinya untuk berpakaian dan berpenampilan rapi sebagaimana pendidikan tradisional.

C. Bagi Masyarakat pada Umumnya

• Lahirnya era e-Education membuka peluang kerja baru dengan pola kerja dan permodalan yang baru. Oleh karena itu e-Education tidak akan menggantikan sepenuhnya sistem sekolah tradisional, maka era ini memberi harapan bagi keteresediaan lapangan kerja baru.

• e-Education akan menjadi wahana kompetisi antar lembaga pendidikan yang mengglobal sehingga masyarakat dapat menikmati materi pendidikan berkualitas standar dengan harga kompetitif.

D. Bagi Dunia Akademis

• Lahirnya era e-Education memberi tantangan baru bagi dunia akademis untuk mempersiapkan SDM yang memahami dan menguasai bidang tersebut.

• Para peneliti ditantang untuk melakukan analisis terhadap pergeseran pola belajar, proses pendidikan dan pembayaran sistem kredit semesterdalam usaha menemukan kesepahaman baru dan pengembangan teori dan konsep baru.

• Sistem e-Educationjuga membuka kerangka baru dalam penjualan jasa pendidikan, di samping teknologi Internet yang memungkinkan dilakukannya akses materi pendidikan dari jarak jauh. Dari perkembangan itu, dunia akademis ditantang untuk menemukan pola pendidikan jarak jauh yang bermutu.

g. Ilusi Sekarang atau Realitas Masa Depan

Meskipun model e-Education ini memiliki daya pikat yang sangat besar, namun masih ada sejumlah tantangan dan keterlambatan yang harus diatasi. Hambatan e-Education di Indonesia meliputi antara lain:

a. Belum terbentuknya hight trust society. Perubahan budaya dari pola belajar konvesional yang menunjukkan siswa mengikuti proses pendidikan secara fisik menjadi hanya melihat layer monitor. Mengubah budaya tidak semudah membalik telapak tangan.apalagi etika pendidikan berbasis Internet yang sehat belum terumuskan dan tersosialisasi dengan baik. Tingkat kepercayaan masyarakat juga akan berakibat pada diragukannya validitas hasil ujiannya.

b. Pada umumnya harga pendidikan dapat ditekan, namun biaya untuk menyediakan teknologi pengaksesannya bertambah.

c. Sarana peralatan masih belum memadai. Saluran telekomunikasi public masih menggunakan jaringan lama dan untuk perbaikan jaringan atau pembangunan jaringan baru tidak cukup dana. Sementara itu, sarana teknologi komputer masih tergolong barang mewah, sehingga kepemilikannya masih sangat terbatas. Meskipun dapat ditempuh dengan memanfaatkan warnet, tetapi hal itu berarti adanya biaya tambahandiluar harga produk.

d. Masih sangat sedikit SDM memahami dan menguasai dengan baik benar konsep dan implementasi teknologi informasi dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Namun sebaliknya juga usaha dan ketertarikan diri SDM untuk memahami teknologi masih tergolong rendah.

e. Layanan pendukung utama seperti jasa pos masih membutuhkan pembenahan dan peningkatan, sehigga jeda waktu dari terjadinya transaksi pembelian buku atau modul hingga diperolehnya barang tersebut oleh pembeli tidak terlalu lama.

f. Adanya tindak kejahatan penyalahgunaan kartu kredit, sehingga masyarakat mengalami phobia terhadap mekanisme e-Education yang menyertakan nomor kartu kredit dalam formulir transaksi.

g. Belum lagi masalah perbedaan platform yang digunakan di dalam lembaga pendidikan. Perbedaan platform ini meliputi pola format pencatatan dan laporan, prosedur, sietem waktu, budaya, hukum dan sebagainya.

h. Pihak lembaga dan siswa masih menunggu sistem e-Education stabil sebelum mereka memanfaatkannya secara optimal. Di samping itu,para pengelola lembaga masih mencobauntuk menguasai medan pendidikan lewat Internet ini.

i. e-Education masih dipandangsebelah mata sebagai sistem yang sulit dioperasikan dan belum ada aturan yang jelas daripemerintah.

j. Perubahan pola siswa yang cenderung pasif dan menunggu materi pendidikan menjadi siswa yang aktif dalammencari materi pendidikan.

k. Etika dan moralitas masih belum mendapat tempat yang tepat, sehingga sistem e-Education dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan pelanggaran etika dan moralitas, seperti menjajakan situs pornografi.

l. Sudah terlanjur tersedia gedung-gedung sarana pendidikan, sehingga pengelola lembaga pendidikan harus melakukan relokasi tempat yang tersedia itu.

m. Sementara itu e-Education ini tampaknya digunakan untuk membidik segmen pasar tertentu, mengingat persyaratan ketrampilan dan kemampuan yang harus terpenuhi untuk menjadi mengakses model tertentu. Belum lagi kemampuan untuk melakukan pemeliharaan terhadap situs yang dibuat tidak sebanding dengan tuntutan akademisi untukmemperoleh informasi terkini.

n. Di samping itu, usaha penyebarluasan alamat situs juga masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagilembaga pendidikan yang terlah membangun situs Web-nya.

Meskipun tantangan dan hambatan nyata yang terhampar di depan mata sedemikian banyakdan berat,namun para pengelola lembaga yang mengidolakan e-Education tak perlu surut. Mengapa demikian? Jika memperhatikan tingkat pertumbuhan pengguna Internet dalam 5 tahun terakhir ini mencapai rata-rata 100% pertahunnya. Fantastis

h. Hambatan Implementasi e-Education pada Institusi Pendidikan

Jika memang IT dan Internet memiliki banyak manfaat, tentunya hal tersebut harus segera diimplikasinya. Namun ternyata, implikasi IT terutama menerapkan e-Education pada institusi pendidikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sekali kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin pada institusi pendidikan. Apalagi, kesiapan pemerintah sendiri masih patut dipertanyakan dalam hal ini?

Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) atau brainware, serta sejumlah kendala krusial lainnya, seperti proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang mengaturnya. Soalnya, infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia belum cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Apalagi, seperti diketahui bahwa Cyber Law (undang-undang tentang dunia maya (internet-red) belum diterapkan pada dunia Hukum di Indonesia.

Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia. dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan. Hal itu didukung oleh penetrasi komputer (PC) di Indonesia yang masih rendah.

Biaya juga merupakan kendala utama, karena biaya penggunaan jasa telekomunikasi relatif masih mahal, sehingga jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di seluruh wilayah Indonesia..

Karenanya, perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah. Salah satunya dengan memperluas jaringan akses ke internet yang seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya melalui fasilitas internet di kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung internet.

Hal tersebut tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; toh pada akhirnya semuanya terpulang kembali kepada pihak pemerintah. Sebab, pemerintah-lah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan.

Namun, yang jadi persoalan, apakah pemerintah punya waktu untuk memikirkan persoalan ini? Di saat pemerintah masih bingung dalam mencari formulasi sistem pendidikan yang terus berganti-ganti.

Sementara pemerintah masih berkutat dengan kebijakannya serta pelit untuk mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan. Negara-negara yang nota nebe dahulu berada di bawah Indonesia dari segi teknologi, sebut saja Malaysia dan Thailand, saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan revolusi pendidikan melalui penerapan IT pada sejumlah institusi pendidikan.

i. Peran Serta Pemerintah - Masyarakat

1. Peran Pemerintah

Melihat hambatan dan keterbatasan yang ada, penerapan e-education di Indonesia bukan hal mudah untuk diterapkan secara merata dalam waktu dekat ini. Namun, hal itu bukanlah angan kosong yang tak mungkin terealisasi. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah menjadi salah satu support yang harus ada. Lantas sejauhmana penerapan teknologi informasi pada dunia pendidikan di Indonesia sendiri?

Penggunaan e-education meski sudah dikenal namun masih belum familiar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pasalnya, pemanfaatan IT ini di Indonesia baru memasuki tahap mempelajari berbagai kemungkinan pengembangan dan penerapannya untuk bidang pendidikan.

Kendati upaya-upaya peningkatan kualitas mutu serta kuantitas yang membawa nama pendidikan telah dilakukan oleh pihak pemerintah. Namun, usaha yang dilakukan pemerintah biasanya hanya bersifat konstitusional demi mendapatkan lulusan dari sekolah yang kompetitif dan siap bersaing secara global. Misalnya, dengan menetapkan angka batas minimal kelulusan Ujian Negara (UN) dengan nilai sebesar 4,00 dengan tidak digabung dengan poin pada ujian praktek ditambah lagi tanpa ujian praktek.

Akibatnya, alih-alih berusaha untuk memperbaiki mutu pendidikan, kebijakan tersebut justru membuat semua pihak yang terlibat di dunia pendidikan, terutama guru dan murid menjadi seperti ”dikejar target”. Karenanya, berbagai cara pun ditempuh guna mencapai nilai tersebut. Namun sayangnya, sejumlah upaya yang ditempuh sebagian sangat jauh dari nilai-nilai peningkatan mutu itu sendiri.

Malahan dari suara-suara kontra UN, kebijakan tersebut bisa dibilang ”membunuh” potensi sejumlah siswa yang memiliki bakat dan keterampilan pada bidang yang tidak di UN-kan. Sehingga ia akan menjadi rendah diri karena tidak lulus UN, padahal ia memiliki keahlian pada bidang lain, seperti sastra atau IT misalnya.

Dengan demikian, sudah saatnya pemerintah termasuk para pelaku pedidikan memutar otak guna mencari formula yang tepat guna mengatrol mutu kualitas pendidik di Indonesia ini. Jika tidak, maka bangsa ini akan semakin tertinggal dari bangsa lain dari segala bidang kehidupan.

Selain itu, setiap sistem sekolah harus bersifat moderat terhadap teknologi yang memampukan mereka untuk belajar dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih cerdas. Dan penerapan teknologi informasi pada sektor pendidikan menjadi kunci untuk menuju model sekolah masa depan yang lebih baik yang dapat mencetak out put yang hi-tech dan berkualitas.

2. Peran Pihak Swasta

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di tanah air, munculnya pendidikan yang dikelola pihak swasta menjadi alternatif pilihan baru. Terlebih lagi, jika kualitas pendidikan yang ditawarkan mempunyai nilai lebih dari pendidikan secara formal yang dikelola pemerintah. Tak heran, jika saat ini terutama di kota-kota besar, sekolah berlabel, sekolah international, sekolah global dan lain-lainnya mendapat tempat di masyarakat. Meskipun untuk itu, mereka harus rela mengeluarkan cost yang relatif lebih besar.

Untuk sekolah-sekolah berlabel seperti itu, penerapan e-education tampaknya lebih terkondisikan untuk diterapkan secara optimal, sepanjang kebijakan dan kemauan pihak sekolah mengarah pada hal tersebut.

Karenanya, kemauan kuat masyarakat untuk memperoleh pendidikan berkualitas tentunya menjadi peluang tersendiri bagi pihak swasta untuk menjadikan e-education sebagai lahan investasi sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air. Namun demikian, ketertarikan pihak swasta untuk berinvestasi di dunia pendidikan tek lepas dari peran pemerintah melalui kebijakan yang berpihak kepada para investor.

Sehingga apakah kecanggihan IT dapat diterapkan secara merata di Indonesia, tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; toh pada akhirnya semuanya terpulang kembali kepada pihak pemerintah. Sebab, pemerintah-lah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan.


II. KESIMPULAN

Di lingkungan pendidikan, penerapan Teknologi Informasi dalam kegiatan belajar mengajar, sebagai fasilitas pendukung, merupakan landasan dalam membangun lingkungan e-Education / e-Learning. Dengan dijalankannya e-Learning, perkembangan pendidikan terbuka untuk model belajar jarak jauh (Distance Learning).

Sistem e-Educationjuga membuka kerangka baru dalam penjualan jasa pendidikan, di samping teknologi Internet yang memungkinkan dilakukannya akses materi pendidikan dari jarak jauh. Dari perkembangan itu, dunia akademis ditantang untuk menemukan pola pendidikan jarak jauh yang bermutu.

Jika memang ICT dan Internet memiliki banyak manfaat, tentunya hal tersebut harus segera diimplikasinya. Namun ternyata, implikasi IT terutama menerapkan e-Education pada institusi pendidikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sekali kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin pada institusi pendidikan.

Melihat hambatan dan keterbatasan yang ada, penerapan e-education di Indonesia bukan hal mudah untuk diterapkan secara merata dalam waktu dekat ini. Namun, hal itu bukanlah angan kosong yang tak mungkin terealisasi. Dalam hal ini, kebijakan pemerintah menjadi salah satu support yang harus ada.

Karenanya, kemauan kuat masyarakat untuk memperoleh pendidikan berkualitas tentunya menjadi peluang tersendiri bagi pihak swasta untuk menjadikan e-education sebagai lahan investasi sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air. Namun demikian, ketertarikan pihak swasta untuk berinvestasi di dunia pendidikan tek lepas dari peran pemerintah melalui kebijakan yang berpihak kepada para investor.

Sehingga apakah kecanggihan IT dapat diterapkan secara merata di Indonesia, tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; toh pada akhirnya semuanya terpulang kembali kepada pihak pemerintah. Sebab, pemerintah-lah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA :

1. Agoes TBLK, e-Learning Sebagai Solusi Permasalahan Pendidikan di Indonesia, 26 September 2006, 1:56 AM

2. berita8.com, e-Education Minimalkan Kesenjangan Dunia Pendidikan, 07 Juni 2010, diposkan 20 Nopember 1009, 14:52 AM

3. Denny Charter Blog, e-Education : Revolusi Sistem Pendidikan, 07 Juni 2010, diposkan 04 April 2008, 2:14 PM

4. E-Teknologi.com, Internet dan Pendidikan, diposkan oleh Education Website Network

5. Lukito Edi Nugroho (2007) : e-Education : Model Pendidikan Masa Depan di Indonesia

6. Syopian Blog. 21 Maret 2010, 07:27 AM, Ayo, bahu membahu terapkan e-education di Indonesia.

7. Sumatera Ekspres, Edisi Senin, 07 Juni 2010

8. Wahyupur.files.wordpress.com, Perkembangan e-Learning di Imdonesia, 07 Juni 2010, diposkan 19 Oktober 2009

9. Warta Ekonomi, 07 Juni 2010, 11:27,11 AM, Banyak Persoalan Hadang e-Education, diposkan oleh MAM, 04 Nopember 2008, 15:49

10. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_Elektronik–Article

11. http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=10

12. http://elearning.unpar.ac.id/

13. http://www.moodle.org/sites

14. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=69

15. http://syopian.net/blogg?p=761

16. http://adrianto.ruangkopi.com/makalah/list_abstrak_6.php?recordID=116

17. http://journal.vii.ac.id/indexphp/Snati/article/viewfile/956/966

18. http://iwancourse.blogspot.com/2009/05/pemanfaatan -e-education-untuk.html