Selasa, 05 Oktober 2010

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

Konsentrasi                     : Manajemen Pendidikan

Soal :

1. Pendidikan sebagai suatu system mempersyaratkan kepaduan antara komponen pembentuk system. Bagaimanakah peran mata kuliah ini (manajemen pendidikan) dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan pengembangan potensi mahasiswa menjadi ilmuwan dan professional ?

2. Bila disbanding dengan komponen lain, sumber daya manusia pendidikan mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan dengan komponen lain. Setujukah saudara dengan pernyataan itu ? Berikan alas an atas tanggapan saudara itu !

3. Menurut pendapat saudara, bagaimanakah sikap profesionalitas sumber daya manusia di lingkungan kerja saudara. Penjelasan dengan contoh diharapkan akan memperjelas pendapat saudara.

Jawaban : Soal nomor 1

Sistem, terdiri dari :

1. Komponen/Sub Sistem

2. Masing-masing komponen mempunyai perannya masing-masing

3. Sistem akan berjalan dengan baikn jika masing-masing komponen/sub sistem menjadi suatu sinergi

4. Masing-masing komponen/sub system tidak mengambil alih peran masing-masing komponen/sub system lainnya.

A. Pengertian system dalam pendidikan :

Istilah sistem berasal dari bahasa yunani “systema” yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan.

Menurut Zahara Idris(1987) Sistem adalah satu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsusr-unsur sebagai sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak secara acak yang saling membantu untuk mencapi suatu hasil (Product).

Menurut Zahar Idris (1987) pendidikan nasional sebagai suatu sistem adalah karya manusia`yang terdiri dari komponen- komponen yang mempunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang

Menurut UU Republik Indonesia no.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan , pengajaran, atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.

Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unsur pokok yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu sendiri, dan unsur hasil usaha

Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Pengertian yang lebih jelas mengenai pendidikan, pendidikan nasiona1 dan sistem pendidikan nasiona1 dapat dijumpai dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini pendidikan didefinisikan sebagai "Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” ( Pasal 1, ayat 1 ).

Pendidikan nasional didefinisikan sebagai "pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (pasal 1 ayat 2 ). Sedangkan yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional adalah "keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional” (pasal 1 ayat 3 ). Jadi dengan demikian, sistem (pendi-dikan nasiona1 dapat dianggap sebagai jaringan satuan-satuan pendidikan yang dihimpun secara terpadu dan dikerahkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

B. Komponen/Sub system dalam pendidikan

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur atau jenjang, kurikulum dan fasilitas. Setiap sistem pendidikan ini saling mempengaruhi.

Kazik (1969:1) mendefinisikan sistem sebagai "organisme yang dirancang dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-kumponen yang berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan sebelumnya". Suatu sistem memiliki tiga unsur pokok: (1) tujuan, (2) isi atau komponen, dan (3) proses. Kalau pendidikan nasional kita benar-benar merupakan suatu sistem, maka ia setidak-tidaknya memiliki tiga unsur pokok tersebut. Di samping itu, komponen-komponen sistem tersebut harus berhubungan dan berinteraksi secara terpadu. Adapun komponen pokok dalam sistem pendidikan yaitu : tujuan dan prioritas, anak didik ( siswa ), pengelolaan, struktur dan jadwal, isi kurikulum, pendidik (guru alat bantu belajar, fasilitas, teknologi, pengawasan mutu, penelitian dan biaya.

PH Combs (1982) mengemukakan dua belas komponen pendidikan sebagai berikut:

a. Tujuan dan Prioritas adalah fungsi mengarahkan kegiatan. Hal ini merupakan informasi apa yang hendak dicapai oleh sisitem pendidikan dan urutan pelaksanaanya

b. Peserta didik adalah fungsinya belajar diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan sistem pendidikan

c. Manajemen atau pengelolan adalah fungsinya mengkoordinasi, mengarahkan dan menilai sistem pendidikan

d. Struktur dan jadwal waktu adalah mengatur pembagian waktu dan kegiatan

e. Isi dan bahan pengajaran adalah mengambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik.

f. Guru dan pelaksanaan adalah menyediakan bahan pelajaran dan menyelengarakan proses belajar untuk peserta didik

g. Alat bantu belajar adalah fungsi membuat proses pendidikan yang lebih menarik dan bervariasi

h. Fasilitas adalah fungsinya untuk tempat terjadinya proses pembelajaran

i. Teknologi adalah fungsi memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan

j. Pengawasan mutu adalah fungsi membina peraturan dan standar pendidikan

k. Penelitian adalah fungsi memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan

l. Biaya adalah fungsinya memperlancar proses pendidkan

C. Tujuan Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan adalah :

1. Menghasilkan lulusan yang mampu mengembangkan pendidikan dan penelitian manajemen pendidikan yang unggul untuk menghasilkan SDM yang handal dalam bidang pendidikan

2. Menghasilkan lulusan yang mampu menguasai konsep-konsep manajemen modern dalam bidang pendidikan yang diperlukan dalam bidang pendidikan

3. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan profesional, berfikir kritis dalam menghadapi masalah dan mampu mengambuil keputusan yang tepat dalam bidang pendidikan

4. Menghasilkan lulusan yang unggul dan profesional dalam bidang manajemen pendidikan sesuai dengan kapasitasnya dalam pengambilan keputusan terbaik dalam dunia pendidikan.

Mahasiswa MM Pendidikan seluruhnya berprofesi sebagai guru, dituntut untuk dapat menjadi :

1. Ilmuwan

2. Profesionalisme

3. Seniman

1.1. Ilmuwan, menurut www.artikata.com, dapat diartikan sebagai :

a. Orang yang ahli atau banyak pengetahuannya

b. Orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.

1.2. Profesionalisme,

Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru ”a teacher is person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990).

Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu :

1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;

(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan

(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.


2. Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:

(a) mantap;

(b) stabil;

(c) dewasa;

(d) arif dan bijaksana;

(e) berwibawa;

(f) berakhlak mulia;

(g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan

(i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.


3.Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;

(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan

(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.


4. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk :

(a) berkomunikasi lisan dan tulisan;

(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

(c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan

(d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.


Menurut Suryasubroto (2002) tugas guru dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan yaitu :

(a) menyusun program pengajaran seperti program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester/catur wulan, program satuan pengajaran,

(b) menyajikan/melaksanakan pengajaran seperti menyampaikan materi, menggunakan metode mengajar, menggunakan media /sumber, mengelola kelas/mengelola interaksi belajar mengajar,

(c) melaksanakan evaluasi belajar: menganalisis hasil evaluasi belajar, melaporkan hasil evaluasi belajar, dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.

”Secara umum, baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah satu komponen utama pendidikan yang amat penting” (Suparlan, 2006). Guru, siswa, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen pendidikan itu merupakan condition sine quanon´ atau syarat mutlak dalam proses pendidikan di sekolah.

Melalui mediator guru atau pendidik, siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah dalam kurikulum nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya
secara optimal, melalui lembaga pendidikan di sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat atau swasta.

Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak hanya dikenal sebagai guru, pengajar, pelatih, dan pembimbing tetapi juga sebagai “social agent hired by society to help facilitate member of society who attend schools” (Cooper,1986).

1.3. Seniman

Guru sebagai seniman dapat dilihat dari cara menyampaikan materi dan membimbing siswa antara satu siswa dengan siswa lain yang beraneka ragam yang disesuaikan dengan karakteristik dan prilaku siswa.

Dari semua pemahaman tersebut terdahulu, maka jika system pendidikan berjalan dengan baik, dimana komponen/sub system masing-masing berjalan secara sinergi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (termasuk penyelenggaraan program MM Pendidikan di Perguruan Tinggi), maka nantinya kita akan dengan mudah menemukan di masing-masing institusi pendidikan guru yang professional dibidangnya, juga sebagai ilmuwan sekaligus sebagai seniman. Insya Allah.

Jawaban : Soal nomor 2 :

Komponen/Sub system dalam pendidikan

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan (1979) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan sasaran pendidikan, peserta didik, pengelola pendidikan, struktur atau jenjang, kurikulum dan fasilitas. Setiap sistem pendidikan ini saling mempengaruhi.

Kazik (1969:1) mendefinisikan sistem sebagai "organisme yang dirancang dan dibangun strukturnya secara sengaja, yang terdiri dari komponen-kumponen yang berhubungan dan berinteraksi satu sama lain yang harus berfungsi sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan khusus yang telah ditetapkan sebelumnya". Suatu sistem memiliki tiga unsur pokok:

• tujuan,

• isi atau komponen,

• proses.

Kalau pendidikan nasional kita benar-benar merupakan suatu sistem, maka ia setidak-tidaknya memiliki tiga unsur pokok tersebut. Di samping itu, komponen-komponen sistem tersebut harus berhubungan dan berinteraksi secara terpadu. Adapun komponen pokok dalam sistem pendidikan yaitu : tujuan dan prioritas, anak didik ( siswa ), pengelolaan, struktur dan jadwal, isi kurikulum, pendidik (guru alat bantu belajar, fasilitas, teknologi, pengawasan mutu, penelitian dan biaya.

PH Combs (1982) mengemukakan dua belas komponen pendidikan sebagai berikut:

1. Tujuan dan Prioritas adalah fungsi mengarahkan kegiatan. Hal ini merupakan informasi apa yang hendak dicapai oleh sisitem pendidikan dan urutan pelaksanaanya

2. Peserta didik adalah fungsinya belajar diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan sistem pendidikan

3. Manajemen atau pengelolan adalah fungsinya mengkoordinasi, mengarahkan dan menilai sistem pendidikan

4. Struktur dan jadwal waktu adalah mengatur pembagian waktu dan kegiatan

5. Isi dan bahan pengajaran adalah mengambarkan luas dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik.

6. Guru dan pelaksanaan adalah menyediakan bahan pelajaran dan menyelengarakan proses belajar untuk peserta didik

7. Alat bantu belajar adalah fungsi membuat proses pendidikan yang lebih menarik dan bervariasi

8. Fasilitas adalah fungsinya untuk tempat terjadinya proses pembelajaran

9. Teknologi adalah fungsi memperlancar dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan

10. Pengawasan mutu adalah fungsi membina peraturan dan standar pendidikan

11. Penelitian adalah fungsi memperbaiki dan mengembangkan ilmu pengetahuan

12. Biaya adalah fungsinya memperlancar proses pendidkan

Komponen dalam paradigma sistem pendidikan perlu dicermati satu demi satu. Peningkatan kualitas pendidikan bukan hanya pada satu komponen saja, me¬lainkan keseluruhan aspek yang terkait langsung atau tidak langsung dalam para¬digma sistem pendidikan itu.

Pendidikan jalur sekolah merupakan lembaga utama dalam sistem pendi¬dikan di Indonesia, kemudian disusul oleh pendidikan keluarga dan luar sekolah. Dalam konteks investasi SDM, pendidikan jalur sekolah menjadi ujung tombak pembangunan dan pendidikan anak bangsa. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri kualitas pendidikan jalur sekolah merupakan tumpuan utama dalam mencerdaskan putra-putra bangsa, dan hal itu tidak terlepas dari pandangan kita terhadap paradigma sistem pendidikan itu sendiri, yang mempuanyai komponen input, proses, dan output.

1. Input

Input dalam sistem pendidikan mencakup tiga kom¬ponen yaitu raw input, instrumental input, dan environmental input.

a. Input bahan dasar (raw input). Dalam hal ini adalah calon siswa yang berasal dari masyarakat sebagai SDM. Masukan bahan dasar ini diklasi¬fikasikan sesuai dengan jenjang pendidikan atau sekolah, dimulai dari pendidikan prasekolah, pendid¬ikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan menengah (Umum dan Kejuruan), dan pendidikan tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas). Klasifikasi ini merupakan hierarkis, pendidikan prasekolah menjadi landasan untuk memasuki pendidikan dasar, begitu pula pendidikan dasar meru-pakan prasyarat untuk masuk ke pendidikan menengah, dan akhirnya pendidikan menengah sebagai prasyarat untuk masuk ke pendidikan tinggi. Secara internal komponen raw input ini mempunyai keterkaitan vertikal, kualitas lulusan dari satu fase berpengaruh pada proses dan pelaksanaan pendidikan pada fase berikutnya.

b. Instrumental input. Dalam sistem pendidikan instrumental input tidak dapat diabaikan, bahkan menjadi faktor penting dalam penyeleng¬garaan pendidikan. Per¬kembangan teknologi pendidikan dewasa ini menambah tingkat kepentingan komponen-komponen instrumental input ini. Komponen-komponen itu mencakup kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, manajemen, dan faktor-faktor lain yang turut menunjang kelancaran pelaksanaan pendidikan. Dalam pelak¬sanaan pendidikan, kurikulum merupa¬kan komponen utama yang berkaitan langsung dengan arah dan penentuan pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.

Kurikulum bukan sebatas buku pedoman, atau GBPP, silabus mata pelajaran, tetapi menyangkut arah dan filosophi pendidikan yang sedang dilaksanakan. Pemahaman personal sekolah terhadap kurikulum turut berpengaruh terhadap kebehasilan pelaksanaan pendidikan. Sudah banyak hasil-hasil penelitian yang menemukan bahwa pemaham¬an guru terhadap kurikulum hanya sebatas materi pelajaran, distribusi mata pelajaran, atau GBPP. Pemahaman seperti ini mengaburkan arti kurikulum dan membuat tujuan pendidikan dan pembelajaran di kelas menjadi kabur, bahkan tidak pernah terjadi perubahan dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam ilmu kurikulum, ber¬bicara tentang pendidikan jalur sekolah berarti berbicara tentang kuri¬kulum, dengan kata lain kurikulum merupakan miniatur sistem pendidikan.

Tenaga kependidikan. Proses pendidikan tidak hanya dilaksanakan oleh guru, tetapi mencakup semua personal kependidikan yang terlibat langsung dalam pelak-sanaan pendidikan dalam jalur sekolah. Tenaga kependidikan dalam hal ini men-cakup kepala sekolah dan staf-stafnya, guru, tenaga bimbingan dan konseling, laboran, staf administrasi, teknisi, dan office boy. Semua tenaga kependidikan ini tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, mereka saling mendukung satu dengan lainnya sesuai dengan fungsi dan posisinya. Setiap posisi mereka mempunyai peran dan fungsi masing-masing terhadap pencapaian tujuan sekolah atau tujuan kurikuler, dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. Jika terjadi stagnasi pada salah satu posisi, baik langsung maupun tidak langsung akan mengganggu kelancaran proses pada posisi yang lainnya. Dalam hal ini, peran manajemen pendidikan bersama komponen-komponen pendidikan lainnya merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan untuk mencapai tujuan pendidikan kita.

Sarana dan prasarana. Dalam konstelasi desa buana dewasa ini, sarana dan prasarana pendidikan bukan lagi sebatas faktor penunjang, tetapi telah menjadi faktor yang amat penting untuk ditelaah dan dicermati secara seksama. Kemajuan teknologi elektronika, komunikasi dan komputerisasi, merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sarana dan prasarana pendidikan dewasa ini. Terlepas dari konsepsi sarana dan prasarana konvensional, seperti peralatana kantor, bahan-bahan dasar praktikum, fasilitas belajar di kelas, dan yang lainnya, maka sarana dan prasarana dalam komponen sumber belajar berkembang sangat pesat. Perkembang¬an ini sejalan dengan pemanfaat teknologi dalam dunia pen¬didikan, seperti penggunaan radio dan televisi pendidikan (informasi superhighway), computer-mediated communication (CMC), publikasi elektronik, multimedia, video¬conferencing, atau video-on-demand.

Perangkat-perangkat ini mampu meng¬ubah pembelajaran dari ruang kelas ke dalam konteks cyberspace, mengubah ruang kelas menjadi bentuk digital dan dapat dimanipulasi dengan ban¬tuan teknologi komputer (CMC). Peman¬faatan teknologi dalam pendidikan seperti ini mampu mengubah pola penyajian materi dari pola lock-step (langkah terkunci dalam pola-pola tradisional) menjadi lebih fleksibel (flexible delivery), dan mengubah peran guru dari aktor utama dalam pembelajaran di kelas menjadi fasilitator, mediator, dan motivator. Kondisi-kondisi ini lebih mem¬buka mata kita, bahwa setiap komponen tidak dapat diabaikan begitu saja. Organisasi dan manajemen pendidikan memainkan peran penting dalam mengelola dan meng¬integrasikan berbagai komponen pendidikan, sumber belajar, sarana dan prasarana, serta sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pendidikan sekolah dan lebih lanjut mencapai tujuan pendidikan nasional.

c. Enronmental input. Dalam konteks tatanan lingkungan, pendidikan sekolah merupakan bagian dari lingkungan itu sendiri baik lingkungan alam maupun lingkungan buatan manusia (manmade environmental). Di sisi lain, pendidikan se-kolah juga berupaya untuk mengintegrasikan sistem pembelajaran¬nya dengan kondisi lingkungan, yang secara umum dipilahkan menjadi dua bagian yaitu lingkungan alamiah dan buatan manusia. Lingkungan alamiah yang menjadi kepedulian dalam konteks pendidikan sekolah mencakup kondisi alam (geografi) dan kondisi-kondisi sosial budaya. Kurangnya perhatian terhadap kondisi lingkung¬an ini akan mem¬berikan dampak pada sistem pendidikan sekolah menjadi terisolir atau terpisah dari kondisi masyarakatnya, akibatnya sekolah menjadi mercu suar, tidak punya peran sosial dan pembangunan dalam lingkungan di sekitarnya.

Begitu juga dengan lingkungan buatan manusia, pada umumnya hal ini meru¬pakan konsekuensi logis dari pembangunan. Di satu sisi pembangunan diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, di sisi lain pembangun¬an menggeser pola-pola kehidupan masyarakat. Seperti mengubah pola hidup agraris ke pola hidup industri. Lingkungan buatan manusia ini juga mengubah ekosistem yang secara alamiah telah tercipta. Dalam hal ini, diperlukan perencanaan secara hati-hati untuk tetap mengacu pada pola-pola pembangunan yang berwawasan lingkungan dan men¬sejahterakan masyarakat. Mengintegrasi¬kan pemahaman terhadap kondisi lingkungan dan kebutuhan hajad hidup manusia merupakan peran utama komponen muatan lokal yang menjadi acaun dalam kurikulum pendidikan nasional. Kepedulian ter¬hadap aspek lingkungan ini tercermin dalam pemberian proporsi kurikulum muatan lokal dalam setiap kurikulum pendidikan sekolah, mulai dari kurikulum pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Dengan kata lain dalam sistem pendidikan nasional, tetap mempunyai satu acuan nasional dan memberikan peluang adanya perbedaan sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing daerah.

2. Proses.

Dalam kegiatan pendidikan jalur sekolah, proses adalah semua aktivitas sekolah yang diarahkan untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajar¬an. Proses dalam hal ini juga dipandang sebagai kegiatan pendidikan secara mikro. Aktivitas dalam proses pembelajaran merupakan interaksi edukasi yang mencakup komponen guru, siswa, kurikulum, dan sumber-sumber belajar. Optimalisasi interaksi antarkomponen ini merupakan upaya mengefektifkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, sekolah, dan pendidikan. Sasaran utama dalam proses pendidikan adalah siswa, sehingga semua kegiatan diarahkan untuk siswa mengalami belajar, perubahan, dan semua komponen itu saling berinteraksi.

Interaksi edukasi antara guru dan siswa dalam ruang kelas tercermin dalam suasana kelas, dingin, hangat, monoton, atau bervariasi. Interaksi guru dengan kuri¬kulum dimulai dari kegiatan guru mengembangkan perencanaan mengajar, memilih metode dan strategi pembelajaran, menentukan dan mengembang¬kan materi pem¬belajaran dalam satuan-satuan pembelajaran, serta mengembangkan rencana peni¬laiannya. Begitu juga interaksi antara guru dengan sumber belajar sudah dimulai sejak kegiatan perencanaan kegiatan pembelajaran, seperti memilih dan me-nentukan sumber belajar dan media pembelajaran yang digunakan untuk menyajikan materi, serta pemanfaatan sarana dan prasarana yang tersedia

Pada bagian lain interaski antara siswa dan kurikulum terjadi dalam bentuk pengalaman belajar siswa berdasarkan alur atau urutan kegiatan belajar berdasarkan acuan norma yang direncanaka dalam kurikulum. Alur kegiatan ini biasanya sesuai dengan metode dan strategi yang dicanangkan dalam kurikulum dan digunakan oleh guru untuk menyajikan materi. Pola lain adalah proses belajar siswa untuk menguasai pengetahuan yang telah direncana¬kan (kurikulum) dalam upaya men¬capai tujuan pendidikan secara keseluruhan. Untuk mencapai tujuan dan optimalisasi interaksi ini, diperlukan sumber-sumber belajar baik dalam bentuk media cetak, perangkat laboratorium, maupun elektronik. Interaksi antara siswa dengan sumber belajar ini dalam bentuk penggunaan sumber belajar itu untuk kegiatan belajar mengajar dan atau dalam proses belajar siswa.

Optimalisasi interaksi edukasi dalam kegiatan pembelajaran merupakan upaya peningkatan kualitas pembelajaran dalam pendidikan sekolah. Kualitas pem¬belajaran itu sendiri ditandai oleh adanya arah yang disediakan untuk pelajar, parti¬sipasi pelajar dalam aktivitas belajar, penguatan-penguatan yang diberikan guru pada pelajar, dan balikan dari pemeriksaan hasil belajar. Komponen-komponen ini meru¬pakan karakteristik terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran di kelas. Pada akhirnya, interaksi ini akan memberikan luaran yang ditandai dengan tingkat dan tipe prestasi belajar siswa, fluktuasi kegiatan pembelajaran, dan hasil-hasil dalam bentuk afektif. Dalam hal ini, Sukirno (1997) merumuskan bahwa kegiatan pem¬belajaran di sekolah merupakan upaya pengintegrasian keterampilan-kete¬rampilan intelektual, manipulatif, dan kematangan emosional yang dilaksanakan secara gradual. Atas dasar itu, dalam proses pembelajaran juga termasuk unsur penilaian yaitu aktivitas yang dikerjakan untuk mengetahui tingkat dan tipe prestasi belajar siswa dan tingkat keterpaduan ketiga komponen kemampuan siswa tadi — keterampilan intelektual, manipulatif, dan kematangan emosio¬nal

Dalam berbagai konsep pendidikan, standardisasi kualitas pembelajar¬an selalu dikaitkan dengan ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan (tujuan mata pelajaran, kurikulum, sampai tujuan pendidikan). Kedekatan hasil belajar terhadap tujuan yang telah dirumuskan dan pencapaian harapan tentang hasil merupakan indikasi tingkat kualitas proses dalam kegiatan pendidikan sekolah. Berdasarkan hasil-hasil peme¬riksaan terhadap pencapaian tujuan ini, per¬sonal/praktisi pendidikan melakukan pemeriksaan ulang terhadap keseluruhan komponen sistem, mulai dari karakteristik calon siswa, instrumental dan environmental input, serta prosesnya. Dalam hal ini, evaluasi dalam sekala luas dan sempit memainkan peran penting dalam kegiatan pendidikan sekolah. Dengan kata lain, melakukan pembaharuan dan/atau inovasi dalam sistem pendidikan sekolah akan aneh tanpa dilandasi oleh hasil-hasil evaluasi dari sistem yang sudah dijalankan

Faktor-faktor Dominan

Dalam proses pendidikan sekolah, pada dasarnya mencakup dua komponen utama yaitu guru dan siswa. Semua kegiatan dan penambahan komponen-komponen lainnya dalam sistem pendidikan sekolah tetap ditujukan untuk mengoptimalkan interaksi edukasi kedua faktor ini. Perkembangan selanjutnya, komponen dalam proses pendidikan dikembangkan lagi dengan masuknya unsur kurikulum dan sumber belajar, sehingga proses pendidikan dapat dilaksanakan secara sistematis, terarah atau menggunakan acuan tertentu, serta lebih mudah menyampaikan materi yang menjadi isi pembelajaran. Dengan demikian, faktor-faktor dominan itu mencakup unsur kurikulum, guru, siswa, dan sumber-sumber belajar.

1. Faktor kurikulum.

Idealnya kuirkulum merupakan acuan norma dalam pelaksanaan pen¬didikan, menjadi petunjuk dan penentuan arah kegiatan pembela¬jaran yang dilak¬sanakan oleh guru dan siswa dalam konteks sekolah. Kurikulum juga merupakan wahana untuk mempertemu¬kan kebutuhan siswa dengan rencana serta kegiatan guru dalam memberikan pengalaman belajar pada siswa-siswa mereka. Hasil penelitian Hasan (1984) menggambarkan bahwa kurikulum (dalam arti desain) belum mencer¬minkan sebagai norma acuan yang dapat segera dipahami oleh praktisi pendidikan untuk digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan kegiatan pembelajar¬an di sekolah atau kelas. Begitu juga hasil penelitian Tita Lestari (1997) menunjukkan bahwa desain kurikulum 1994 membingungkan para praktisi pendidikan, dalam hal ini guru-guru di lapangan. Penelitian Sukirno (1997) mengungkap persoalan lain tentang kurikulum yaitu berkaitan dengan penyebaran kurikulum dan buku pet¬unjuk kepada para pelaksana di lapangan. Dengan kata lain, sosialisasi kurikulum masih belum merata untuk setiap personal sekolah khususnya guru-guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran di kelas.

2. Faktor guru.

Dalam proses pembelajaran di kelas guru bersama dengan faktor siswa merupakan komponen utama. Guru sebagai aktor utama dalam kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan pisau bermata ganda, pertama sebagai penyebab keber¬hasilan, kedua sebagai penyebab kegagalan. Kemampuan guru menerapkan kurikulum dalam kegiatan mengajar belajar di kelas merupakan ciri profesionalitas guru, membuat rencana pembelajaran menurut aturan teknis yang diajukan, melaksana¬kan kegiatan mengajar belajar di kelas, dan melak¬sanakan penilaian hasil belajar siswa (Sukirno, 1995). Dalam hal ini, visi guru merupakan unsur penting untuk mem¬perbaiki kualitas pendidikan. Visi guru dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai tekad guru terhadap kemajuan lembaga pendidikan sekolah tempat mereka bertugas, guru mengemban misi luhur dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tinggi ren¬dahnya visi guru terhadap kemajuan, dan peningkatan kualitas pembelajar¬an di sekolah turut menentukan tinggi rendahnya kualitas pendidikan sekolah. Visi guru juga menentukan kesiapannya menerima perubahan, dan mengadopsi inovasi baik dari dunia pendidikan maupun yang datang dari luar dunia pedidikan.

3. Faktor siswa.

Siswa menjadi faktor utama dalam sistem pendidikan sekolah karena fungsinya sebagai subjek didik, tidak ada kegiatan pendidikan tanpa ada siswanya. Semua komponen sistem pendidikan diarahkan untuk kepentingan siswa. Pengembangan dan perubahan kurikulum, pengembangan profesionalitas guru, penyediaan sumber belajar serta sarana dan prasa¬rana lainnya dilakukan untuk mem¬pertemukan kebutuhan siswa dengan tujuan pendidikan. Unsur dominan dalam faktor siswa adalah potensinya yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Sukrino (1997) mengidentifikasi komponen-komponen ini sebagai kecer¬dasan intelektual, emosional, dan keterampilan manipulatif. Proses pembelajar¬an merupakan upaya untuk mengintegra¬sikan ketiga komponen yang menjadi potensi dasar subjek didik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan kata lain, kemampuan subjek didik tidak hanya pada kecerdasan intelektual semata, tetapi juga kecerdasan emosional dan keterampilan manipulatif. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar seyogianya mencakup ketiga komponen potensi siswa ini.

4. Faktor sumber belajar.

Perkembangan teknologi dewasa ini telah mampu mengubah ruang kelas menjadi konteks cyberspace, sehingga mampu mentransfer iklim pembelajaran di kelas ke dalam pulsa-pulsa digital dan disajikan dalam media elektronik masuk ke kamar-kamar setiap rumah. Perkembangan ini juga menggeser fungsi dan peran guru, dalam kegiatan pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber kebenaran. Fungsi guru sudah bergeser dari aktor penentu menjadi fasilitator, mediator, dan motivator terhadap aktivitas belajar siswa. Dengan kata lain, perkembangan teknologi pendidikan mendesak agar guru-guru mengubah pola pikir dan sikap mereka terhadap setiap perkembangan atau dinamika tuntutan masyarakat. Guru dituntut untuk lebih terbuka, demokratis, dan fleksibel dalam berbagai kegiatan pembelajaran atau iteraksi edukatif.

Dengan demikian saya menyatakan kurang sependapat dari pernyataan bahwa komponen SDM Pendidikan mempunyai peran yang lebih besar dibanding komponen lainnya dalam system pendidikan, karena seluruh komponen harus berfungsi secara masing-masing dan antar komponen dalam isitem pendidikan tersebut berjalan secara bersamaan/sinergi.


Jawaban : Soal nomor 3 :

Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu :

1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;

(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan

(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.


2. Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:

(a) mantap;

(b) stabil;

(c) dewasa;

(d) arif dan bijaksana;

(e) berwibawa;

(f) berakhlak mulia;

(g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan

(i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.


3.Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:

(a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;

(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

(c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;

(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan

(e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.


4. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk :

(a) berkomunikasi lisan dan tulisan;

(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

(c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan

(d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya. Ada beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional.

Memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar

Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:

• Memiliki kemampuan intelektual yang memadai

• Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan

• Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran

• Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan

• Kemampuan mengorganisir dan problem solving

• Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik

Personaliti Guru

Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.


Memposisikan profesi guru sebagai The High Class Profesi

Di negeri ini sudah menjadi realitas umum guru bukan menjadi profesi yang berkelas baik secara sosial maupun ekonomi. Hal yang biasa, apabila menjadi Teller di sebuah Bank, lebih terlihat high class dibandingkan guru. jika ingin menposisikan profesi guru setara dengan profesi lainnya, mulai di blow up bahwa profesi guru strata atau derajat yang tinggi dan dihormati dalam masyarakat. Karena mengingat begitu fundamental peran guru bagi proses perubahan dan perbaikan di masyarakat.

Guru yang professional, sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab III (Prinsip Profesionalitas) Pasal (7) ayat :

(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Guru yang professional dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :

1. Selalu punya energi untuk siswanya

Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran

Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif

Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik

Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang tua

Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya

Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

7. Pengetahuan tentang Kurikulum

Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan

Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran

Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa

Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

Keadaan Guru dan Pegawai di Sekolah Menengah Pertama Lematang Lestari, Komplek PT. Tanjungenim Lestari Pulp And Paper dapat dilihat pada table 1. (Lampiran 1)


Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun2005 tentang guru dan dosen, Bab IV (Guru) Bagian Kesatu (Kualifikasi, Kompetensi dn Sertifikasi) Pasal 8, yang menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Dari persyaratan tersebut, jika kita menyimak tabel 1, maka akan kita peroleh data sebagai berikut :

No Komponen (Persentase)        Sudah           Belum

01. Kualifikasi Akademik             85,72            14,28

02. Kompetensi                           78,58            21,42

03. Sertifikasi                              14,28             85,72

      Rata-rata                               59,52            40,47

Dari data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru di SMP Lematang Lestari Komplek PT. Tanjungenim Lestari Pulp And Paper sudah cukup untuk mengembangkan sikap profesionalitas

2. Guru di SMP Lematang Lestari Komplek PT. Tanjungenim Lestari Pulp And Paper belum dapat (seluruhnya) dikatakan profesional karena masih sebagian besar (85,47%) belum tersertifikasi. Hal ini dikarenakan kebijakan yang diambil oleh pihak Disdik yang hanya membatasi kuota 10% khusus untuk sekolah swasta per tahun untuk mengikuti sertifikasi.











Minggu, 26 September 2010

Jawaban UTS Metodologi Penelitian dan Bisnis

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

METODOLOGI PENELITIAN DAN BISNIS


Hari / Tanggal                  : Senin / 27 September 2010 Paraf

Jenis Ujian                       : Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah                     : Metode Penelitian dan Bisnis

Dosen Pengasuh               : M. Izman Herdiansyah, Ph.D

                                        : DR. H. Dedi Riyanto

Nama                               : Mugiarsih

NIM                                : 10251022 D

Kelas/ Angkatan               : Rekuler. A / XV (lima belas)

Konsentrasi                      : Manajemen Pendidikan



1. Langkah-langkah membuat desain percobaan

Dalam membuat desain percobaan, maka kita harus terlebih dahulu membuat sejenis chek list tentang hal-hal berikut:

1. Berikan penjelasan tentang :

    a. Sampai dimana cakupan area dari masalah.

    b. Identifikasi outline masalah serta limitasi-limitasi yang terkandung didalamnya.

    c. Berikan skop atau jangkauan dari program serta perencanaan percobaan tersebut.

    d. Tentukan hubungan dari masalah yang khas dengan masalah keseluruhan.

2. Kumpulkan keterangan yang tersedia

    a. Pelajari dan selidiki semua keterangan dari sumber-sumber yang ada tentang masalah serta percobaan 
        yang kan dibuat.

    b. Catat dan tabulasikan data yang ada hubungannya dengan percobaan yang akan dilakukan.

3. Buat program mengenai desain percobaan.

    a. Buat rumusan hipotesa yang mau diuji. .

    b. Pilihlah variabel-variabel yang mau diuji.

    c. Pembuatan dario alternatif hasil yang bakal ditemui

    d. Pemilihan range yang praktis dari faktor-faktor tersebut dan level yang akan digunakan.

    e. Penentuan ukuran yang digunakan

    f. Pertimbangan-pertimbangan tentang kemungkinan-kemungkinan adanya interaksi.

    g. Pertimbangan-pertimbangan adanya hubungan yang konkrit tentang interaksi manusia dengan komputer.

4. Rancang program pendahuluan.

    a. buat jadwal yang sistematik tentang pekerjaan yang akan dilakukan.

    b. Berikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadinya perubahan jadwal pekerjaan.

    c. Hilangkan pengaruh-pengaruh variabel yang tidak diinginkan dengan mengadakan kontrol randomisasi 
       dan balancing.

    d. Pilihlah satu metode algoritma untuk memudahkan percobaan

    e. Jejaki flow diagram untuk memperoleh data secara baik.

5. Recanakan pelaksanaan percobaan

    a. Pilih algoritma material serta alat-alat yang digunakan.

    b. Laksanakan metode dengan algoritma yang dipilih

    c. Catat segala modifikasi yang dilakukan

    d. Kumpulkan data secara hati-hati

6. Analisa data

    a. Data yang dicatat perlu diubang menjadi angka

    b. Gunakan teknik matematika dan statistik yang cocok.



2. Sampling Method dan jenisnya :


Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi.

Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.


Syarat sampel yang baik

Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.

Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.

Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis

Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.

Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).

Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.

Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah, katakanlah dari 50 menjadi 75.

Teknik-teknik pengambilan sampel

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).

Jenis-jenis sampling

1. Sampel Acak Sederhana

Jika setiap unsur dalam populasi dianggap sama (homogen) oleh peneliti. Atau perbedaan-perbedaan yang ada dalam setiap unsur populasi tidak dianggap penting oleh peneliti, dan jumlah unsur dalam populasi tidak begitu banyak.

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling

2. Tetapkan jumlah sampel

3. Tentukan alat pengambilan sampel

4. Pilih sampel sampai dengan jumlah sampel terpenuhi

2. Sampel Acak Distratakan

Jika unsur populasi heterogen Mis. heterogen dalam jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, dlsb; dan keanekaragaman tersebut bermakna bagi analisis penelitiannya maka agar tidak terambil hanya dari kelompok/strata tertentu saja, gunakan cara ini.

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling.

2. Bagi kerangka sampling ke dalam strata yang dikehendaki.

3. Tentukan jumlah sampel secara keseluruhan.

4. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum.

5. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.

3. Sampel Sistematis

Jika jumlah unsur dalam populasi sedemikian besar dan dianggap homogen, dan ketika peneliti tidak mempunyai alat pengambilan sampel secara acak yang baik, pakailah cara ini. Peneliti menentukan unsur dalam populasi yang “keberapa” yang akan diambil sebagai sampel

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling

2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil.

3. Tentukan kelas interval (k) dengan cara membagi jumlah unsur dalam populasi dengan jumlah sampel yang dikehendaki. Mis : N = 50000 orang, n = 500 orang maka k = 10.

4. Pilih sampel ke satu dengan cara acak – mengundi unsur populasi yang kesatu s/d kesepuluh. Kalau sampel kesatu jatuh ke unsur populasi ketiga, maka sampel kedua adalah unsur populasi yang ke 13

5. Selanjutnya pilih sampel berikutnya : no 23, 33, 43, 53, dst.


4.Sampel gugus

Jika yang akan diambil sebagai sampel adalah sekelompok orang, bukan individual, maka sampel gugus bisa digunakan. Misalkan ingin meneliti kinerja dosen berdasarkan fakultas.

Langkah-langkah :

1. Susun kerangka sampling yang unsurnya adalah gugus (kelompok)

2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel

3. Pilih beberapa gugus yang akan dijadikan sampel dengan cara acak

4. Telitilah setiap unsur yang dalam gugus (dalam kasus/contoh di atas, telitilah kinerja dosen di setiap fakultas, lalu cari rata-ratanya )

5. Sampel Wilayah

Ketika peneliti dihadapkan pada situasi di mana unsur populasi tersebar di berbagai wilayah yang relatif saling berjauhan, maka cara pengambilan sampel wilayah dapat diterapkan. Misalkan, peneliti ingin mengetahui pandangan masyarakat Jawa Barat

terhadap program keluarga berencana.Ketika peneliti dihadapkan pada situasi di mana unsur populasi tersebar di berbagai wilayah yang relatif saling berjauhan, maka cara pengambilan sampel wilayah dapat diterapkan. Misalkan, peneliti ingin mengetahui pandangan masyarakat Jawa Barat terhadap program keluarga berencana.

6. Sampel Tidak Acak

Pengambilan sampel dengan cara ini cukup Memadai untuk penelitian yang sifatnya

penjajagan

Langkah-langkah :

1. Tetapkan secara khusus populasi penelitian

2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil

3. Pergilah ke tempat yang banyak terdapat unsur populasi

4. Bagikanlah kuesioner kepada setiap unsur populasi yang dijumpai

7. Sampel berdasarkan pertimbangan tertentu

Peneliti menentukan suatu unsur dalam populasi dijadikan sampel, berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu karena “kaya akan informasi”

“Seorang kepala sekolah dijadikan sampel penelitian ketika peneliti yakin bahwa informasi atau data yang ingin diperolehya akan banyak di miliki oleh kepala sekolah tadi”

8. Sampel Bola Salju

Cara ini bisa dipakai jika peneliti tidak mengetahui banyak siapa-siapa yang menjadi unsur dalam populasi penelitiannya.Dia hanya tahu satu atau dua orang saja. Untuk memperoleh sampel lebih banyak lagi, maka dia bisa minta tolong kepada sampel pertama dan kedua untuk mencarikan sampel berikutnya.



3. Melakukan Pengukuran data :

Pengukuran data dapat dilakukan dengan menggunakan skala :

1. Skala nominal

2. Skala ordinal

3. Skala interval

4. Skala ratio

1. SKALA NOMINAL :

. Hanya merupakan lambang untuk membedakan./ unsur penamaan.

. Tidak berlaku hukum numerik ( tidak bisa di + ; di - ; di x ; di : )

Contoh :

              ABRI (1) atau 3 atau 2

              PNS (2) atau 2 atau 1

              Swasta (3) atau 1 atau 3


2.SKALA ORDINAL :

. Merupakan lambang untuk membedakan dan / unsur penamaan.

. Mengurut peringkat berdasarkan kualitas yang / unsur urutan.ditentukan.

Contoh :

               Sangat cantik (5) atau 1

               Cantik (4) atau 2

               Cukup cantik (3) atau 3

               Tidak cantik (2) atau 4

               Sangat tidak cantik (1) atau 5

3. SKALA INTERVAL :

. Merupakan lambang untuk membedakan.

. Mengurut peringkat berdasarkan kualitas yang ditentukan.

. Bilangan bisa memperlihatkan jarak/interval, tetapi titik nol bukan merupakan titik mutlak, tetapi ditentukan berdasarkan perjanjian.

Contoh : Skala pada termometer (misal Celsius dan Fahrenheit).



4. SKALA RASIO :

. Merupakan lambang untuk membedakan.

. Mengurut peringkat berdasarkan kualitas yang ditentukan.

. Bilangan Bisa memperlihatkan jarak/interval, dan titik nol merupakan titik mutlak. Nilai nol artinya kosong.

Contoh :

              Berat (kg) Pendapatan ($) Pajang Jalan (km)

              Rupiah 15 25 100

              Kilogram 25 35 120

              Liter 50 70 160



4. Seorang peneliti harus melakukan sendiri pengamatannya

Hal ini dikarenakan untuk mengungkapkan kebenaran secara ilmiah, peneliti harus melakukannya dengan cara berfikir Kritis & Rasional.

- Dimulai dengan adanya masalah, dianalisis dengan pengalaman & pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.

Proses Berfikir Ilmiah :

Analitik = Deduktif Kebenaran

Sintetik = Induktif rasional, kritis, logis



5. Peneliti boleh salah, namun tidak boleh bohong. Penjelasan pernyataan tersebut adalah :

Boleh saja seorang peneliti setelah menentukan hipotesis, tetapi hasil penelitiannya bertolak belakang dengan hipotesis yang telah ditetapkan (hasil penelitian tidak mendukung hipotesis yang telah dibuat). Pada kenyataan itu, peneliti tidak boleh mengubah hasil survey (data yang sudah diperoleh selama melakukan penelitian) dimodifikasi agar hasilnya sama/mendukung hipotesis yang telah dibuat. Peneliti harus mericek kembali kemungkinan metode yang salah.



6. Yang diketahui tentang analisis factor adalah :

Analisis factor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil factor/komponen utama yang memiliki sifat :

1. Mampu menerangkan semaksimal mungkin keragaman data

2. Terdapat bebebasan antar factor

3. Tiap factor dapat diinterpretasikan sejelas-jelasnya.

Analisis factordalah alat analisis statistic yang dipergunakan untuk mereduksi factor-factor yang mempengaruhi suatu variable menjadi beberapa set indicator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Analisis factor digunakan untuk penelitian awal dimana factor-factor yang mempengaruhi suatu variable belum diidentifikasi secara baik.

Analisis factor bertujuan untuk mereduksi data dengan cara menyatakan variable asal sebagai kombinasi linear sejumlah factor, sehingga factor tersebut mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh variable asal.

Konsep dasar analisis factor adalah :

1. Teknik yang gunakan adalah teknik interdepensi, yaitu seluruh set hubungan yang interdepensi yang diteliti. Prinsipnya menggunakan korelasi r=1 dan r=0. Dipergunakan dalam hal mengidentifikasi variable yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya.

2. Alanisis factor menekankan adanya communality, yaitu jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variable pada variable lainnya.

3. Adanya koefisien nilai factor (factor score coefficient)sehingga factor 1 menyerap sebagian besar seluruh variable, factor 2 menyerap sebagian besar sisavarian setelah diambil untuk factor 1. Factor 2 tidak berkorelasi dengan factor 1.

Selasa, 21 September 2010

APLIKASI MANAJEMEN STRATEGIK DI LINGKUNGAN ORGANISASI PENDIDIKAN

APLIKASI MANAJEMEN STRATEGIK


DI LINGKUNGAN ORGANISASI PENDIDIKAN





TUGAS OLEH

NAMA : MUGIARSIH

NIM : 10251022 D

KONSENTRASI : MANAJEMEN PENDIDIKAN

MATA KULIAH : STRATEGIC MANAGEMENT

DOSEN PENGASUH : PROF. I MADE PUTRAWAN



PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER MANAJEMEN

ANGKATAN XV

UNIVERSITAS BINA DARMA

PALEMBANG

2010



I. Latar Belakang

Dalam bidang ekonomi khususnya di lingkungan bisnis yang mengembangkan manajemen secara teoritis dan praktis, Manajemen Strategik telah cukup lama dikenal dan dikembangkan. Berbeda dengan di lingkungan organisasi non profit, khususnya bidang pendidikan, kehadiran Manajemen Strategik pada dasarnya merupakan suatu paradigma baru.

Sebagai paradigma baru, jika diimplementasikan pada lingkungan organisasi pendidikan, tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan pengambilalihan seluruh kegiatannya sebagaimana dilaksanakan di lingkungan organisasi profit (bisnis), karena kedua organisasi tersebut satu dengan yang lain berbeda dalam banyak aspek, terutama dari segi filsafat yang mendasarinya dan tujuan yang hendak dicapai.

Pengimplementasian Manajemen Strategik di lingkungan organisasi bidang bisnis didasari oleh falsafah yang berisi nilai – nilai persaingan bebas antar organisasi bisnis sejenis, melalui pendayagunaan semua sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang bersifat strategik. Tujuan tersebut adalah mempertahankan dan mengembangkan eksistensi masing – masing untuk jangka waktu panjang, melalui kemampuan meraih laba kompetitif secara berkelanjutan. Sedang organisasi pendidikan didasari oleh filsafat yang berisi nilai – nilai pengabdian dan kemanusiaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perbedaan lain terletak pada pengorganisasian masing – masing. Setiap organisasi profit memiliki otonomi dalam

menjalankan manajemennya, berupa kebebasan mewujudkan pengembangan organisasinya antara lain dengan memilih pengimplementasian Manejemen Strategik atau manajemen lainnya yang dinilai terbaik. Di organisasi non profit khususnya bidang pendidikan, organisasi ini diatur dengan manajemen umum oleh pemerintah Pusat ataupunn daerah, yang secara berencana dan sistematis telah menetapkan berbagai pengaturan yang mengikat dalam memilih dan mengimplementasikan manajemennya.


II. Permasalahan

Untuk mempertajam telaah dalam makalah ini, penulis mengambil suatu permasalahan mendasar, yaitu : Bagaimaka aplikasi dan manfaat Manajemen Strategik bagi Organisasi Pendidikan ?


III. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan manfaat dan keunggulan Manajemen Strategik bagi Organisasi Pendidikan, sehingga dapat menjadikan acuan dalam pengembangan strategik di lingkungan organisasi pendidikan.


IV. Pembahasan

1. Pengertian Manajemen Strategik

Manajemen Strategik merupakan rangkaian dua perkataan terdiri dari kata “Manajemen” dan “Strategik” yang masing – masing memiliki pengertian tersendiri, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminologi berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Menurut Hadari Nawawi (2005:148-149), pengertian manajemen strategic ada 4 (empat).

Pengertian pertama Manajemen Strategik adalah “proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organiasasi, untuk mencapai tujuannya”.

Dari pengertian tersebut terdapat beberapa aspek yang penting, antara lain :

(a) Manajemen Strategik merupakan proses pengambilan keputusan.

(b) Keputusan yang ditetapkan bersifat mendasar dan menyeluruh yang berarti berkenaan dengan aspek – aspek yang penting dalam kehidupan sebuah organisasi, terutama tujuannya dan cara melaksanakan atau cara mencapainya.

(c) Pembuatan keputusan tersebut harus dilakukan atau sekurang – kurangnya melibatkan pimpinan puncak (kepala sekolah), sebagai penanggung jawab utama pada keberhasilan atau kegagalan organisasinya.

(d) Pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan strategiknya dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi (warga sekolah), seluruhnya harus mengetahui dan menjalankan peranan sesuai wewenang dan tanggung jawab masing – masing.

(e) Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak (kepala sekolah) harus diimplementasikan oleh seluruh warga sekolah dalam bentuk kegiatan/pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada tujuan strategik organisasi.

Pengertian manajemen strategik yang kedua adalah “usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuannya yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan”.

Dari pengertian tersebut terdapat konsep yang secara relatif luas dari pengertian pertama yang menekankan bahwa “manajemen strategik merupakan usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi”, yang mengharuskan kepala sekolah dengan atau tanpa bantuan manajer bawahannya (Wakasek, Pembina Osis, Kepala Tata Usaha), untuk mengenali aspek – aspek kekuatan organisasi yang sesuai dengan misinya yang harus ditumbuhkembangkan guna mencapai tujuan strategik yang telah ditetapkan. Untuk setiap peluang atau kesempatan yang terbuka harus dimanfaatkan secara optimal.

Pengertian yang ketiga, Manajemen Strategik adalah “arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi”. Pengertian ini menekankan bahwa arus keputusan dari para pimpinan organisasi (Ka Dinas, Kepala Sekolah) dan tindakan berupa pelaksanaan keputusan, harus menghasilkan satu atau lebih strategis, sehingga dapat memilih yang paling efektif atau yang paling handal dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Pengertian yang keempat, “manajemen strategik adalah perencanaan berskala besar (disebut Perencanaan Strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut VISI), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut MISI), dalam usaha menghasilkan sesuatu (Perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai sasaran (Tujuan Operasional) organisasi.”

Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa Manajemen Strategik merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula.

Komponen pertama adalah Perencanaan Strategik dengan unsur – unsurnya yang terdiri dari Visi, Misi, Tujuan Strategik organisasi. Sedang komponen kedua adalah Perencanaan Operasional dengan unsur – unsurnya adalah Sasaran atau Tujuan Operasional, Pelaksanaan Fungsi – fungsi manajemen berupa fungsi

pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan

situasional, jaringan kerja Internal dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. Diagram manajemen strategik sebagai suatu sistem dapat dilihat pada diagram 1.

Di samping itu dari pengertian Manajemen Strategik yang terakhir, dapat disimpulkan beberapa karakteristiknya sebagai berikut :

a. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk Rencana Strategik (RENSTRA) yang dijabarkan menjadi Perencanaan Operasional (RENOP), yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk Program – program kerja.

b. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan ( 25 – 30 tahun). Sedang Rencana Operasionalnya ditetapkan untuk setiap tahun atau setiap lima tahun.

c. VISI, MISI, pemilihan strategik yang menghasilkan Strategi Utama (Induk) dan Tujuan Strategik Organisasi untuk jangka panjang, merupakan acuan dalam merumuskan RENSTRA, namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan Manajemen Puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di dalamnya.

d. RENSTRA dijabarkan menjadi RENOP yang antara lain berisi program – program operasional.

e. Penetapan RENSTRA dan RENOP harus melibatkan Manajemen Puncak (Pimpinan) karena sifatnya sangat mendasar dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi.

f. Pengimplementasian Strategi dalam program – program untuk mencapai sasarannya masing – masing dilakukan melalui fungsi – fungsi manajemen yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.

Berdasarkan karakteristik dan komponen Manajemen Strategik sebagai sistem, terlihat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas dan formalitas pengimplementasiannya di lingkungan organisasi non profit (pendidikan). Beberapa faktor tersebut antara lain adalah ukuran besarnya organisasi, gaya manajemen dari pimpinan, kompleksitas lingkungan ideologi, sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya termasuk kependudukan, peraturan pemerintah dsb. sebagai tantangan eksternal. Tingkat intensitas dan formalitas itu dipengaruhi juga oleh tantangan internal, antara lain berupa kemampuan menterjemahkan strategi menjadi proses atau rangkaian kegiatan pelaksanaan pekerjaan sebagai pelayanan umum yang efektif, efisien dan berkualitas (dalam bidang pendidikan misalnya menetapkan model/sistem instruksional, sumber – sumber belajar, media pembelajaran dll).
2. Dimensi – Dimensi Manajemen Strategik

Berdasarkan pengertian dan karakteristiknya dapat disimpulkan bahwa Manajemen Strategik memiliki beberapa dimensi atau bersifat multidimensional. Dimensi – dimensi dimaksud adalah :

a. Dimensi Waktu dan Orientasi Masa Depan

Manajemen Strategik dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu organisasi berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai Visi organisasi yang akan diwujudkan 25 – 30 tahun lebih di masa depan. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 155), Visi dapat diartikan sebagai “kondisi ideal yang ingin dicapai dalam eksistensi organisasi di masa depan”. Sehubungan dengan itu Lonnie Helgerson yang dikutip oleh J. Salusu dalam bukunnya Hadari Nawawi mengatakan bahwa : “Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiaporang (anggota organisasi). Visi memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen puncak organisasi”

Masih menurut J. Salusu yang mengutip pendapat Naisibit : “Visi merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dicapai berikut rincian dan instruksi setiap langkah untuk mencapai tujuan. Suatu visi dikatakan efektif jika sangat diperlukan dan memberikan kepuasan, menghargai masa lalu sebagai pengantar massa depan”. Masih dalam Hadari Nawawi, menurut Kotler yang juga dikutip oleh J. Salusu dikatakan bahwa : “Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh, serta aspirasi dan cita – cita masa depan. Sehingga secara sederhana Visi organisasi dapat diartikan sebagai sudut pandang ke masa depan dalam mewujudkan tujuan strategik organisasi, yang berpengaruh langsung pada misinya sekarang dan di masa depan. Sehubungan dengan itu Misi organisasi pada dasarnya berarti keseluruhan tugas pokok yang dijabarkan dari tujuan strategik untuk mewujudkan visi organisasi.

b. Dimensi Internal dan Eksternal

Dimensi Internal adalah kondisi organisasi non profit (pendidikan) pada saat sekarang,berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang harus diketahui secara tepat. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan EVALUASI DIRI antara lain dengan menggunakan Analisis Kuantitatif dengan menggunakan perhitungan – perhitungan statistik, menggunakan data kuantitatif yang tersedia di dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM). Namun kerap kali data kuantitatif tidak memadai, karena lemahnya SIM dalam mencatat, mencari, melakukan penelitian dan mengembangkan data pada masa lalu. Oleh karena itu Evaluasi Diri tidak boleh tergantung sepenuhnya pada data kuantitatif, karena dapat juga dilakukan dengan Analisis Kualitatif dengan menggunakan berbagai informasi kualitatif atau sebagian data kuantitatif dan sebagian lagi data kualitatif. Untuk Analisis Kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan Analisis SWOT.

Dimensi lingkungan eksternal pada dasarnya merupakan analisis terhadap lingkungan sekitar organisasi (sekolah), yang terdiri dari Lingkungan Operasional, Lingkungan Nasional dan Lingkungan Global, yang mencakup berbagai aspek atau kondisi, antara lain kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama, dll. Pengimplementasian Manajemen Strategik perlu mengidentifikasi dan mendayagunakan kelebihan atau kekuatan dan mengatasi hambatan atau kelemahan organisasi.

c. Dimensi Pendayagunaan Sumber – Sumber.

Manajemen strategik sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara terintegrasi terimplementasikan dalam fungsi – fungsi manajemen ke arah tercapainya sasaran yang telah ditetapkan di dalam setiap RENOP, dalam rangka mencapai Tujuan Strategik melalui pelaksanaan Misi untuk mewujudkan Visi Organisasi (sekolah). Sumber daya yang ada terdiri dari Sumber Daya Material khususnya berupa sara dan prasarana, Sumber Daya finansial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Teknologi dan Sumber Daya Informasi. Semua sumberdaya ini dikategorikan dalam sumber daya internal, yang dalam rangka evaluasi diri (Analisis Internal) harus diketahui dengan tepat kondisinya.

d. Dimensi Keikutsertaan Manajemen Puncak (Pimpinan)

Manajemen strategik yang dimulai dengan menyusun Rencana Strategik merupakan pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensi sesuai dengan visinya dapat diwujudkan. Rencana Strategik harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi yang berpengaruh pada eksistensinya di masa depan merupakan wewenang dan tanggung jawab manajemen puncak. Rencana Strategik sebagai keputusan utama yang prinsipil, tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus dilakukan secara proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikannya merupakan tanggung jawabnya.

e. Dimensi Multi Bidang

Manajemen Strategik sebagai Sistem, pengimplementasiannya harus didasari dengan menempatkan organisasi sebagai suatu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan dapat menyusun RENSTRA dan RENOP jika tidak memiliki keterikatan atau ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagai atasan. Dalam kondisi sebagai bawahan (sekolah merupakan bawahan Dinas P & K) berarti tidak memiliki kewenangan penuh dalam memilih dan menetapkan visi, misi, tujuan dan strategi. Sekolah hanya berperan sebagai penyusun RENOP dan program tahunan. Dari uraian tersebut jelas bahwa RENSTRA dan RENOP bersifat multi dimensi, terutama jika perumusan RENSTRA hanya dilakukan pada banyak organisasi non profit termasuk pendidikan yang tertinggi. Dengan dimensi yang banyak tersebut, maka mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.

3. Keunggulan dan Manfaat Manajemen Strategik Bagi Organisasi Pendidikan

Pengimplementasian Manajemen Strategik melalui perumusan RENSTRA dan RENOP dengan menggunakan strategi tertentu dalam melaksanakan fungsi- fungsi manajemen, dan mewujudkan tugas pokok dilingkungan organisasi pendidikan harus diukur dan dinilai keunggulannya. Dari pengukuran tersebut dan seluruh proses pengimplementasiannya, maka diketahui manfaat Manajemen Strategik bagi organisasi. Keunggulan dan Manfaat Manajemen Strategik dalam organasasi pendidikan antara lain :

a. Keunggulan Implementasi Manajemen Strategik

Keunggulan implementasi manajemen strategik dapat dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur sebagai berikut :

1) Profitabilitas

Keunggulan ini menunjukkan bahwa seluruh pekerjaan diselenggarakan secara efektif dan efisien, dengan penggunaan anggaran yang hemat dan tepat, sehingga diperoleh profit berupa tidak terjadi pemborosan.

2) Produktivitas Tinggi

Keunggulan ini menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan (kuantitatif) yang dapat diselesaikan cenderung meningkat. Kekeliruan atau kesalahan dalam bekerja semakin berkurang dan kualitas hasilnya semakin tinggi, serta yang terpenting proses dan hasil memberikan pelayanan umum (siswa dan masyarakat) mampu memuaskan mereka.

3) Posisi Kompetitif

Keunggulan ini terlihat pada eksistensi sekolah yang diterima, dihargai dan dibutuhkan masyarakat. Sifat kompetitif ini terletak pada produknya (mis : kualitas lulusan) yang memuaskan masyarakat yang dilayani.

4) Keunggulan Teknologi

Semua tugas pokok berlangsung dengan lancar dalam arti pelayanan umum dilaksanakan secara cepat, tepat waktu, sesuai kualitas berdasarkan tingkat keunikan dan kompleksitas tugas yang harus diselesaikan dengan tingkat rendah, karena mampu mengadaptasi perkembangan dan kemajuan teknologi.

5) Keunggulan SDM

Di lingkungan organisasi pendidikan dikembangkan budaya organisasi yang menempatkan manusia sebagai faktor sentral, atau sumberdaya penentu keberhasilan organisasi. Oleh karena itu SDM yang dimiliki terus dikembangkan dan ditingkatkan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan sikapnya terhadap pekerjaannya sebagai pemberi pelayanan kepada siswa. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi oleh sekolah pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi masalah – masalah yang timbul sebagai pengaruh globalisasi di masa yang akan datang.

6) Iklim Kerja

Tolok ukur ini menunjukkan bahwa hubungan kerja formal dan informal dikembangkan sebagai budaya organisasi berdasarkan nilai – nilai kemanusiaan. Di dalam budaya organisasi pendidikan, setiap SDM sebagai individu dan anggota organisasi terwujud hubungan formal dan hubungan informal antar personil yang harmonis sesuai dengan posisi, wewenang dan tanggung jawab masing – masing di dalam dan di luar jam kerja.

7) Etika dan Tanggung Jawab Sosial

Tolok ukur ini menunjukkan bahwa dalam bekerja terlaksana dan dikembangkan etika dan tanggung jawab sosial yang tinggi, dengan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan/atau organisasi. Tolok ukur keunggulan tersebut di atas sangat penting artinya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sekarang dan di masa mendatang.Untuk itu diperlukan kerjasama dan dukungan masyarakat dalam menumbuhkembangkan organisasi dalam mengimplementasikan Manajemen Strategik secara optimal,agar keunggulan – keunggulan di atas dapat diwujudkan yang hasilnya akan menguntungkan masyarakat pula.

Dalam kenyataan yang pada masa sekarang, bagi organisasi pendidikan (sekolah) kondisi untuk mewujudkan keunggulan tersebut masih menghadapi berbagai dilema. Organisasi pendidikan yang ada pada saat ini secara relatif bersifat konsumtif, sedang untuk melaksakan Manajemen Strategik secara relatif diperlukan dana/anggaran yang tidak sedikit. Dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan kemampuan mewujudkan keseimbangan antara kesediaan pemerintah dalam menyediakan dana/anggaran yang memadai, dan dalam menggali serta mengatur pendayagunaan sumber – sumber daya lain, seperti orang tua, masyarakat, pinjaman/bantuan.

b. Manfaat Manajemen Strategik

Berdasarkan keunggulan yang dapat diwujudkan seperti telah diuraikan di atas, berarti dalam pengimplemantasian Manajemen Strategik di lingkungan organisasi pendidikan terdapat beberapa manfaat yang dapat memperkuat usaha mewujudkannya secara efektif dan efisien. Manfaat yang dapat dipetik adalah : “manajemen strategik dapat mengurangi ketidakpastian dan kekomplekan dalam menyusun perencanaan sebagai fungsi manajemen, dan dalam proses pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan semua sumber daya yang secara nyata dimiliki melalui proses yang terintegrasi dengan fungsi manajemen yang lainnya dan dapat dinilai hasilnya berdasarkan tujuan organisasi.” Secara terinci manfaat manajemen strategik bagi organisasi non profit (pendidikan) adalah :

1) Organisasi pendidikan (sekolah) sebagai organisasi kerja menjadi dinamis, karena RENSTRA dan RENOP harus terus menerus disesuaikan dengan kondisi realistic organisasi (analisis internal) dan kondisi lingkungan (analisis eksternal) yang selalu berubah terutama karena pengaruh globalisasi. Dengan kata lain Manajemen Strategik sebagai pengelolaan dan pengendalian yang bekerja secara realistik dalam dinamikanya, akan selalu terarah pada Tujuan Strategik dan Misi yang realistic pula.

2) Implementasi Manajemen strategik melalui realiasi RENSTRA dan RENOP berfungsi sebagai pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien. Dengan demikian berarti Manajemen Strategik mampu menunjang fungsi kontrol, sehingga seluruh proses pencapaian Tujuan Strategik dan perwujudan Visi berlangsung secara terkendali.

3) Manajemen Strategik diimplementasikan dengan memilih dan menetapkan strategi sebagai pendekatan yang logis, rasional dan sistematik, yang menjadi acuan untuk mempermudah perumusan dan pelaksanaan program kerja. Strategi yang dipilih dan disepakati dapat memperkecil dan bahkan meniadakan perbedaan dan pertentangan pendapat dalam mewujudkan keunggulan yang terarah pada pencapaian tujuan strategik.

4) Manajemen Strategik dapat berfungsi sebagai sarana dalam mengkomunikasikan gagasan, kreativitas, prakarsa, inovasi dan informasi baru serta cara merespon perubahan dan perkembangan lingkungan operasional, nasional dan global, pada semua pihak sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Dengan demikian akan memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi yang akan dilaksanakan, sesuai dengan atau tanpa merubah keunggulan yang akan diwujudkan oleh organisasi.

5) Manajemen Strategik sebagai paradigma baru di lingkungan organisasi pendidikan, dapat mendorong perilaku proaktif semua pihak untuk ikut serta sesuai posisi, wewenang dan tanggungjawab masing – masing. Dengan demikian setiap unit dan atau satuan kerja akan berusaha mewujudkan keunggulan di bidangnya untuk memperkuat keunggulan organisasi.

6) Manajemen Strategik di dalam organisasi pendidikan menuntut semua yang terkait untuk ikut berpartisipasi, yang berdampak pada meningkatnya perasaan ikut memiliki (sense of belonging), perasaan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility), dan perasaan ikut berpartisipasi (sense of participation). Dengan kata lain manajemen strategik berfungsi pula menyatukan sikap bahwa keberhasilan bukan sekedar untuk menajemen puncak, tetapi merupakan keberhasilan bersama atau untuk keseluruhan organisasi dan bahkan untuk masyarakat yang dilayani.

Berdasarkan uraian tentang keunggulan dan manfaat manajemen strategik di atas perlu dipahami bahwa pengimplementasiannya di lingkungan organisasi pendidikan bukanlah jaminan kesuksesan. Keberhasilan tergantung pada SDM atau pelaksananya bukan pada Manajemen Strategik sebagai sarana. SDM sebagai pelaksana harus terdiri dari personil yang profesional, memiliki wawasan yang luas dan yang terpenting adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap moral dan/atau etika untuk tidak menggunakan manajemen strategik demi kepentingan diri sendiri atau kelompok.


V. Kesimpulan

Dari uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan tentang keunggulan implementasi dan manfaat manajemen strategik dalam organisasi pendidikan, yaitu :

1. Keunggulan Implementasi Manajemen Strategik

Dengan menerapkan Manajemen Strategik, maka organisasi pendidikan (sekolah) akan memiliki keunggulan, antara lain : profitabilitas, produktifitasi tinggi, memiliki posisi kompetitif, keunggulan teknologi, keunggulan Sumber Daya Manusia, Iklim kerja yang kondusif, etika dan tanggung jawab sosial yang berkembang.

2. Manfaat Manajemen Strategik

Manfaat yang diperoleh dari implementasi manajemen strategik adalah :

- organisasi menjadi dinamis,

- fungsi kontrol berjalan dengan efektif dan efisien

- meniadakan perbedaan dan pertentangan pendapat dalam mewujudkan keunggulan

- memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi yang akan dilaksanakan

- mendorong perilaku proaktif bagi semua pihak untuk ikut serta mewujudkan keunggulan

- meningkatkan perasaan ikut memiliki, berpartisipasi aktif dan tanggung jawab bagi semua komponen organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adnan Sandy Setiawan (200); “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”indonews@indonews.com. 24 Maret 2006

2. Ani M. Hasan (2003); “Pengembangan Profesional Guru di Abad Pengetahuan”,

Pendidikan Network : 24 Maret 2006

3. Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998); Total Quality Management (TQM), Andi Offset : Yogyakarta

4. Frietz R Tambunan (2004); “Mega Tragedi Pendidikan Nasional”, Kompas : 16 Juni 2004

5. Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta

6. Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006